Senin 18 Apr 2016 18:55 WIB

'Jika Indonesia Paksa Masuk Markas Abu Sayyaf, ASEAN Bisa Bubar'

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
Gerilyawan Abu Sayyaf.
Foto: historycommons.org
Gerilyawan Abu Sayyaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Jumat (15/4) kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi menjadi korban penyanderaan. Empat awak yang merupakan warga Indonesia kembali disandera pelaku yang diduga kelompok Abu Sayyaf. Saat ini ada 14 WNI yang menjadi sandera Abu Sayyaf.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hizkia Yosie Polimpung mengatakan, Indonesia tidak bisa mengintervensi Filipina dengan masuk ke markas Abu Sayyaf. Karena sudah menjadi kultur politik negara-negara ASEAN untuk tidak mencampuri dapur negara lain.

"Bisa bubar ASEAN kalau kita maksa masuk," katanya, Senin (18/4).

Yosi menjelaskan ASEAN terbentuk karena ada perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pada saat terbentuknya pada tahun 1967 negara-negara ASEAN menyatakan untuk tidak saling berkonflik satu dengan yang lainnya.

Karena jika ada negara ASEAN yang bertikai pasti akan didukung oleh Amerika atau Soviet. Yosi menambahkan pada awal 1990-an ketika perang dingin berakhir, ASEAN tetap ada walaupun tujuan awalnya sudah selesai.

Yosi mengatakan sarjana Hubungan Internasional melihat keberadaan ASEAN terus berlanjut karena masing-masing negara tidak mengintervensi negara lainnya. Karena, tambah Yosi, intervensi antarnegara dapat meningkatkan konflik.

Dengan tingginya konflik masing-masing negara akan meningkatkan persenjataan dan kekuatan. Bila itu terjadi Amerika dan Soviet akan masuk ke salah satu negara yang bertikai. Karena itu negara-negara ASEAN tidak pernah mengintervensi negara lainnya.

"Jadi konsern antarnegara kalau tidak dari media, kominek, nota protes, tidak ada yang lain, kecuali diminta," kata Yosi.

Sebab itu, lanjut Yosi, Indonesia tidak boleh melanggar kedaulatan Filipina. Karena ada norma-norma yang harus ditaati oleh setiap negara di ASEAN. Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah sedang mendalami penyanderaan ini.

Pemerintah juga sudah melakukan koordinasi dengan Malaysia dan Filipina. Ia juga menambahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo sudah melakukan koordinasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement