Senin 18 Apr 2016 09:56 WIB

Penelitian Soal Kanker Dinilai Masih Minim

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Achmad Syalaby
 Warsito Taruno (kiri) menjelaskan peralatan medisnya kepada Menristekdikti Mohamad Nasir saat berkunjung ke CTECH Lab Edwar Technologi di Tangerang Selatan, Senin, (11/1).  (foto : MgROL_54)
Warsito Taruno (kiri) menjelaskan peralatan medisnya kepada Menristekdikti Mohamad Nasir saat berkunjung ke CTECH Lab Edwar Technologi di Tangerang Selatan, Senin, (11/1). (foto : MgROL_54)

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Fraksi Partai Gerindra meminta pemerintah untuk menjadikan penelitian di bidang kesehatan khususnya kanker sebagai prioritas. Penelitian obat baru hingga alat diagnostik kanker harus lebih didorong.

"Agar kemandirian bangsa bisa tercapai dan menjadi solusi baru bagi pasien kanker," ujar anggota Komisi IX DPR RI Roberth Rouw, baru-baru ini.

 Penelitian mengenai kanker sejauh ini merupakan barang mewah di Indonesia. Tidak banyak institusi yang melakukan penelitian dikarenakan masih karut-marutnya kondisi riset kesehatan. Hal tersebut diakibatkan belum adanya aturan yang jelas dan tidak adanya koordinasi antara Kementerian Kesehatan dan para pemangku kepentingan.

Belum lama ini, konflik antara Kemenkes, praktisi klinis dan Warsito sebagai peneliti teknologi kanker sempat menjadi isu yang hangat dibicarakan. Warsito dianggap mengembangkan teknologi ECCT sebagai alat terapi dan ECVT sebagai alat diagnosis kanker yang tidak sesuai dengan kaidah ilmiah.

(Baca: Hasil Evaluasi Kemenkes Soal Alat Warsito).

 

Menurut hasil review Kemenkes tidak terbukti manfaatnya. Padahal penelitian untuk mencari cara baru menangani dan diagnosis kanker hampir tidak pernah dilakukan oleh lembaga riset lain di Indonesia. 

Roberth melihat konflik tersebut sesuatu yang tidak perlu. "Pemerintah harus bisa menjebatani apabila ada anak bangsa dengan reputasi akademik yang sangat baik punya perhatian terhadap masalah besar seperti kanker," kata politikus Gerindra ini.

Roberth juga menyayangkan kalau aset peneliti yang sudah langka akhirnya harus pergi ke luar negeri karena tidak adanya dukungan dari pemerintah. "Dukungan itu bukan hanya berupa lisan, tetapi juga berupa adanya regulasi dan keberpihakan terhadap penelitian yang dilakukan sesuai dengan kaidah ilmiah yang ada," kata dia.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement