REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para nelayan dari Muara Angke mendatangi lokasi Pulau G yang berada di lepas pantai Jakarta Utara pada Ahad, kemarin. Mereka menggelar aksi penyegelan terhadap pulau buatan tersebut sebagai bentuk penolakan atas proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Namun, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan, aksi penyegelan Pulau G itu bukan dilakukan oleh nelayan sungguhan. Ia berdalih kondisi perairan di Teluk Jakarta sudah kotor, sehingga tidak mungkin ada nelayan yang menangkap ikan di kawasan itu.
Komentar Ahok tersebut membuat para nelayan yang terlibat dalam aksi hari ini meradang. "Kami sudah berpuluh-puluh tahun menekuni profesi sebagai nelayan Teluk Jakarta. Sekarang Ahok dengan gampangnya menyebut kami bukan nelayan sungguhan. Apa maksudnya ini?" kata salah satu nelayan Muara Angke, Ismail Daeng Situru (66 tahun) saat berbincang dengan Republika.co.id, Ahad (17/4).
Menurut dia, Ahok telah menyebarkan kebohongan dengan mengumbar informasi yang tidak benar terkait identitas para nelayan di pesisir utara Jakarta. Ia menilai bekas bupati Belitung Timur itu tengah berusaha melancarkan opini yang menyesatkan kepada publik, terutama warga Jakarta.
Ismail sendiri mengaku sudah menjadi nelayan di Muara Angke dari tahun 1979. "Ahok jangan terus-terusan membohongi rakyat. Silakan cek KTP kami, baca baik-baik data pekerjaan kami yang tertera di situ," ucap pria itu.
Nelayan peserta aksi penyegelan Pulau G lainnya, Haji Sohari (52) menuturkan, ia sudah melaut di Teluk Jakarta sejak usia 17 tahun. Begitu juga dengan Khafidin (40), ia mengaku telah menekuni profesi nelayan di Muara Angke selama 26 tahun.
Ketika Republika.co.id meminta Ismail, Sohari, dan Khafidin menunjukkan KTP mereka sebagai bukti. Di kolom pekerjaan pada kartu identitas tersebut memang dituliskan dengan jelas bahwa profesi mereka adalah nelayan/perikanan. Fakta itu sekaligus membantah tuduhan Ahok yang menyebut mereka bukan nelayan sungguhan.