REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pelaku usaha mendesak agar pembangkit listrik swasta diberi peranan yang lebih besar. Pelaku usaha pun berharap private power producer (PPP) ini juga dimasukkan sebagai bagian dari megaproyek ketenagalistrikan tersebut. Harapannya, tercipta swasembada pengelolaan kelistrikan di kawasan industri.
Pola swasembada ini juga mendukung target penyediaan 35 ribu MW pasokan listrik sekaligus membuka peluang untuk memasok permintaan listrik ke daerah-daerah terpencil sehingga meringankan beban PLN yang menyiapkan pembangkit, transmisi, dan distribusi pasokan listrik sesuai dengan program 35 ribu MW.
“Captive power ini dapat mengurangi beban pembangkit tenaga listrik negara sehingga meningkatkan keandalan dan kestabilan pasokan listrik bagi kawasan industri. Bahkan, dapat mengurangi biaya-biaya operasional sekaligus meningkatkan produktivitas,” kata George Djohan, Country Leader for GE Gas Power Systems, di Jakarta, (17/4).
Hasil studi dari kolaborasi General Electric dengan PwC Indonesia dilakukan selama enam bulan di beberapa perusahaan di kawasan industri. Ini sejalan dengan rencana Kementerian Perindustrian yang akan mengembangkan 13 kawasan industri dan 10 zona ekonomi khusus di luar Jawa.
Studi ini juga menegaskan bahwa untuk mengurangi risiko kerusakan hasil produksi, terutama perusahaan yang berada di kawasan industri dan zona ekonomi khusus, pemerintah harus menyediakan 8.000-10.000 MW pasokan listrik, ungkapnya, ketika menjadi panelis dalam pemaparan hasil studi PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia terkait The Economic Benefits of Captive Power in Industrial Estates in Indonesia, beberapa waktu yang lalu.
Dengan demikian, adanya pola Swasembada Pengelolaan Kelistrikan diharapkan dapat membantu memenuhi pasokan listrik di berbagai kawasan industri. “Ketersediaan tenaga listrik yang cukup dan andal adalah faktor utama yang dapat membantu kawasan industri tumbuh, sehingga menarik investor premium seperti perusahaan-perusahaan multinasional dan korporasi nasional. Hal ini mampu menciptakan lapangan kerja, penerimaan pajak yang lebih besar, dan pertumbuhan PDB,” kata Sacha Winzenried, Lead Adviser-Energy, Utilities, and Mining, PwC Indonesia.
Karena itu, Djohan menambahkan, pola Swasembada Pengelolaan Kelistrikan ini dapat menghemat biaya operasional hingga US$ 415 juta per tahun. Pemerintah pun bisa bernapas lega. Selain lebih produktif, perusahaan-perusahaan di sektor industri, terutama tujuh sektor manufaktur, melihat bahwa perhitungan itu setara dengan penghematan biaya rata-rata sebesar 0,9 sen per kWh. Ketujuh sektor itu ialah percetakan, mesin, bahan bakar dan batu bara, kertas, tekstil, kimia, serta makanan dan minuman.
Salah satu contoh yang dinilai berhasil dengan pola Swasembada Pengelolaan Kelistrikan ini adalah Bekasi Power. Anak perusahaan PT Jababeka ini saat ini telah melayani kebutuhan energi dari perusahaan industri yang ada di kawasan industri Jababeka di Bekasi dan sekitarnya, termasuk kawasan industri yang ada pada sistem kelistrikan di Cibatu. Bekasi Power mengoperasikan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) berkapasitas 130 megawatt di Cikarang, dan menjual hasil tenaga listrik tersebut ke PLN dengan kontrak selama 20 tahun untuk kemudian disalurkan kembali ke kawasan industri Jababeka dan masyarakat di sekitarnya.
Omzet penjualan listrik PT Bekasi Power ke PLN ini menghasilkan Rp 1 triliun. Contoh lain terkait small power producer (SPP) yang sukses seperti yang terjadi di Thailand. Sejak dimulai tahun 2004, saat ini SPP mampu memberikan kontribusi sebesar 3.600 MW kapasitas terpasang. Keberhasilan ini tak lepas dari dukungan pemerintah dan Electricity Generating Authority of Thailand (PLN Thailand), terutama terkait dengan kepastian hukum di mana ada peraturan yang jelas dan tegas.
Kemudian pasokan sebagian daya ke grid yang berperan besar untuk pendanaan proyek dan stabilitas operasional pembangkit. Terakhir, kepastian pasokan gas dengan harga yang kompetitif sehingga harga jual listriknya kompetitif. “Listrik adalah mesin pertumbuhan ekonomi,” kata Djohan.
Untuk itu, tambahnya, General Eelectric berkomitmen mendukung pemerintah untuk memenuhi pembangunan 35 GW dalam lima tahun ke depan. “Kami berharap dapat mendorong partisipasi sektor swasta yang lebih besar di sektor pengadaan pembangkit listrik, yang merupakan komponen penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.”