REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan pemerintah dan ritel sebaiknya mengambil langkah ekstrim untuk mempertegas kebijakan kantong plastik berbayar. Peritel disarankan tidak lagi menyediakan kantong plastik bagi konsumen.
"Sebaiknya pemerintah dan ritel beralih kepada kebijakan ekstrem, yakni tidak lagi menyediakan kantong plastik untuk konsumen. Sebab, tujuan kebijakan jelas, yakni mengurangi jumlah sampah plastik secara signifikan," tegas Tulus kepada awak media di Jakarta, Rabu (13/3).
Pihaknya pun menyarankan langkah ekstrem dikakukan secara bertahap, seperti mekanisme car free day yang dilakukan sekali dalam sepekan. Selain itu, YLKI juga memberi alternatif saran lain berupa memperluas objek kebijakan.
Menurut Tulus, kebijakan kantong plastik berbayar dapat diterapkan di pasar-pasar tradisional. Sebagai langkah awal, pihaknya menilai PD Pasar Jaya bisa diajak bekerja sama dalam memperluas pelaksanaan kebijakan.
"Kebijakan seperti ini sangat bisa diperluas pelaksanaannya. Terapkan juga harha plastik yang sama, misal Rp 1.000 untuk ritel dan di pasar atau tempat lain. Dengan begitu, tidak ada pihak yang takut ditinggal konsumen," tambah Tulus.
Informasi yang dihimpun Republika.co.id berdasarkan penelitian YLKI pada Maret – April di 25 lokasi ritel Provinsi DKI Jakarta, mencatat empat keluhan utama konsumen terhadap program kantong plastik berbayar.
Empat keluhan utama konsumen adalah belum jelasnya pengelolaan dana hasil penjualan kantomg plastik (33,7 persen), kebijakan tidak efektif karena harga kantong plastik sangat murah (27,3 persen), belum semua ritel menyediakan kantong belanja alternatif dengan harga terjangkau (17 persen) dan kurangnya sosialisasi kebijakan (9 persen).
Kebijakan kantong plastik berbayar mulai diterapkan sejak 21 Fabruari lalu. Kebijakan ini dilaksanakan di 22 kota, antara lain Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, DKI Jakarta, Bandung, Tangerang, Solo, Yogyakarta, Kendari dan Jayapura.