Selasa 12 Apr 2016 16:55 WIB

Tengkulak Ikan Muara Angke Merasa Tercekik Reklamasi

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).
Foto: Antara/Andika Wahyu
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro Group, di Teluk Jakarta saat ini masih terus berlangsung. Dampak buruk lingkungan yang ditimbulkan proyek itu pun membuat warga Muara Angke, Jakarta Utara, resah.

"Ini seperti efek domino. Yang dirugikan tidak hanya nelayan, tetapi para tengkulak juga," kata salah satu pengepul ikan di Muara Angke, Muhammad Hasyim (60 tahun), saat ditemui Republika.co.id, Selasa (12/4).

Hasyim mengatakan, sebelum adanya proyek reklamasi, biasanya ia menerima hasil tangkapan rata-rata 70 kilogram ikan dari setiap nelayan tradisional di Muara Angke. Sementara total ikan yang ia kumpulkan dari semua nelayan bisa mencapai 900 kilogram per harinya.

Namun, sejak reklamasi Pulau G dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra, ikan yang ia terima dari setiap nelayan jauh menurun menjadi rata-rata 20 kilogram ikan per hari. "Kini, ikan yang saya kumpulkan dari semua nelayan langganan saya totalnya hanya 70 kilogram ikan per hari," tutur Hasyim.

Penerimaan ikan yang menurun drastis itu membuat Hasyim merasa sengsara karena pendapatannya sebagai tengkulak di Muara Angke kian menyusut. "Penghasilan saya turun hingga 80 persen," ujarnya.

Sebelumnya, warga Muara Angke lainnya, Esih (46 tahun), juga mengaku merasa menderita akibat proyek reklamasi Teluk Jakarta. Menurutnya, banyak perempuan di kawasan itu kini terpaksa beralih profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.

Sebelum adanya reklamasi, kata dia, perempuan-perempuan di sana bisa mendapat penghasilan yang lumayan dengan bekerja di tempat pengolahan ikan Muara Angke. Ada yang mengupas udang, mengasinkan ikan, dan sebagainya.

“Kini tak sedikit dari kami (perempuan Muara Angke) yang beralih jadi buruh cuci atau pengumpul sampah. Dapet Rp 50 ribu sehari saja udah untung, Mas,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement