Senin 11 Apr 2016 16:03 WIB

Keluarga Siyono Berhak Bawa Densus 88 ke Ranah Hukum

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Angga Indrawan
Komisioner Komisi Nasional HAM, Siane Indriyani menunjukan uang diberikan Densus 88 untuk keluarga Siyono saat rilis hasil autopsi kematian Siyono di Komnas HAM
Foto: Republika/Meta
Komisioner Komisi Nasional HAM, Siane Indriyani menunjukan uang diberikan Densus 88 untuk keluarga Siyono saat rilis hasil autopsi kematian Siyono di Komnas HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi telah mengumumkan hasil autopsi dari jenazah terduga teroris, Siyono (34 tahun), yang diduga kuat tewas lantaran dianiaya oleh personel Detasemen Khusus Anti Terorisme 88 (Densus 88) Polri. Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Achyar Salmi, menilai, kasus kematian warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dapat dibawa ke ranah hukum.

Sebagai warga negara, pihak keluarga melalui tim advokasi Siyono bisa mengajukan para personel Densus 88 tersebut ke proses hukum. "Sebagai negara hukum, itu sangat dimungkinkan. Selain itu, sebagai warga negara, jika dia merasa dirugikan oleh pihak mana pun, maka dia berhak membawanya ke proses hukum. Itu hak dia, semua pihak harus menghargai,'' ujar Achyar saat dihubungi Republika, Senin (11/4).

Achyar pun menjelaskan, pihak keluarga dapat melaporkan tindak pidana tersebut ke pihak kepolisian. Nantinya, pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait tindak pidana tersebut. Jika buktinya dianggap cukup, maka kasus tersebut harus dilanjutkan prosesnya ke Kejaksaan, hingga akhirnya ke pengadilan. Dalam kondisi tersebut, oknum tersebut sudah bukan polisi lagi, tapi dilihat sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana.

Proses hukum terhadap personel kepolisian, lanjut Achyar, akan menggunakan proses pengadilan pidana biasa. Termasuk, penyidik yang berasal dari kepolisian. Namun, Achyar mengingatkan, pihak kepolisian harus bisa transparan dan objektif dalam penanganan kasus Siyono tersebut.

Hal ini terkait dengan kredibilitas terhadap institusi Polri itu sendiri. "Kalau tidak nanti kurang positif buat Polri. Banyak masyarakat kita ini terkadang sudah antipati terlebih dahulu. Ini kesempatan polisi untuk membuktikan. Kalau memang memenuhi syarat untuk diproses, proses secara transparan.," ujar Achyar.

Tidak hanya itu, Achyar pun menilai, sebenarnya dalam kasus penganiyaan Siyono ini, tidak hanya pelaku tapi juga bisa saja orang yang memberi perintah dapat dibawa ke proses hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 55 KUHP, yang dianggap turut melakukan atau membantu peristiwa pidana. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement