REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE -- Peci bermotif Aceh yang diproduksi perajin lokal di Kabupaten Aceh Utara sangat diminati masyarakat, baik untuk dipakai pada kegiatan keagamaan maupun sebagai cenderamata.
Mustafa, salah seorang pedagang di Kecamatan Samudaera, Aceh Utara, Jumat (8/4) mengatakan, peci dengan motif pintu Aceh atau gambar Rencong sangat diminati pembeli, dibandingkan peci dengan motif lain atau tanpa motif sama sekali.
Ia menyebutkan, tingginya permintaan peci sering terjadi pada waktu-waktu tertentu, seperti pada Bulan Maulid atau menjelang Bulan Ramadhan dan juga Lebaran Idul Fitri atau Idul Adha, karena pada waktu-waktu itu kebutuhan peci sering digunakan pelengkap pakaian.
"Jika pada hari biasa, jumlah peci yang terjual hanya sekitar 35 sampai 40 peci, namun jika saat Maulid atau menjelang
Ramadhan dan juga hari raya, jumlah peci yang laku mencapai 60 peci," ungkap Mustafa.
Harga satu unit peci mulai Rp 15 ribu hingga Rp 85 ribu per peci, tergantung kualitas bahan dan ukurannya. Semakin baik kualitas bahannya maka akan semakin tinggi harganya.
Sedangkan peci yang banyak diperdagangkan di wilayah Aceh Utara dan juga Kota Lhokseumawe, yang berasal dari perajin dari Kecamatan Samudra. Sementara ada juga yang berasal dari daerah lain, seperti dari Banda Aceh.
Bagi masyarakat Aceh, peci yang dengan kata lain disebut kopiah dalam bahasa daerah setempat, selain digunakan sebagai salah satu penutup kepala saat shalat, juga menjadi salah satu busana pelengkap saat mengikuti kegiatan keagaman, adat dan juga budaya. Serta sebagai salah satu indeditas budaya bagi kaum pria di Aceh.