REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menilai maskapai Etihad Airways harus mengecek terlebih dahulu ketentuan penumpang penyandang disabilitas sebelum mengeluarkannya dengan alasan tidak bisa mengevakuasi diri sendiri apabila terjadi insiden.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo di Jakarta, Jumat mengatakan seharusnya pihak Etihad menanyakan terlebih dahulu kepada penumpang penyandang diasabilitas terkait pendampingan dan kondisi terakhir.
"Harusnya saat 'check in' itu sudah ditanya ini kenapa apakah sakit baru atau sudah lama dan sebagainya, apakah bisa berjalan sendiri, maskapai lain sudah ada ketentuan seperti itu," katanya.
Pasalnya, Dwi Ariyani (38) penumpang penyandang disabilitas dikeluarkan dari pesawat oleh kru Etihad saat akan terbang menuju Jenewa, Swiss. Menurut Suprasetyo, prosedur seperti itu harus dilakukan baik untuk penerbangan domestik, maupun internasional.
"Jadi harusnya saat check in petugas tiketnya menanyakan itu. Pasti ada kesalahan prosedur," katanya.
Dia menjelaskan dalam peraturan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) penyandang disabilitas harus mendapat pendampingan, namun dalam dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 61 Tahun 2015 tidak disebutkan maskapai berhak mengeluarkan penumpang penyandang disabilitas yang tanpa pendampingan.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menilai seharusnya maskapai memberi tahu penumpang lebih awal terkait bisa atau tidaknya melakukan penerbangan. Jonan juga akan mengkaji petisi yang dibuat oleh Dwi Ariyani terkait perlakuan maskapai Etihad terhadapnya.