REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata meminta siapapun, baik eksekutif, legislatif, pusat dan daerah harus menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Karena izin reklamasi diterbitkan Gubernur DKI Jakarta tanpa ada aturan yang jelas.
"Perda zonasi belum ada. Kemudian kalau mereka merujuk ke aturan yang lama. Itu aturannya sudah bertentangan dengan undang-undang yang baru," kata dia, Jumat (6/4). (Pengacara Bersikukuh Ahok Berwenang Keluarkan Izin Reklamasi).
Martin menegaskan, kewenangan melaksanakan reklamasi ada di pemerintah pusat. Karena Perda turunan dari Pepres Nomor 52 Tahun 2008 sudah bertentangan dan tidak bisa berlaku.
Terkait dengan Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Khaeron mengatakan, Komisi IV telah menolak pembangunan reklamasi teluk Jakarta.
Dia mengapresiasi penundaan reklamasi yang dilakukan Komisi IV DPR RI. Dia berharap pemerintah pusat dan pemda juga harus melakukan hal yang sama dengan mengehentikan proyek reklamasi. "Menunda hanya mengulur waktu dan tidak menghentikan," kata dia.
- Diperiksa KPK 10 Jam, Ini Kata Kepala Bappeda DKI
- Ini Dampak Negatif untuk Lingkungan dari Reklamasi Teluk Jakarta
Dia menerangkan, dari awal proses reklamasi tidak bersifat partisifatif atau masyarakat tidak dimintai pendapat tentang dampaknya. Padahal reklamasi akan memperburuk situasi yang ada di Teluk Jakarta.
Menurutnya, jumlah nelayan di Teluk Jakarta semakin menurun karena kesulitan dan akhirnya beralih profesi. Sejak adanya reklamasi pendapatan nelayan tidak sampai Rp 100 ribu. Tentu saja, itu lebih mahal dari biaya produksinya. Perubahan tersebut terjadi sejak reklamasi atau sekitar tahun 2015.