Kamis 07 Apr 2016 22:13 WIB

Pemerintah Berencana Tambah Utang Luar Negeri

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ilham
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).
Foto: Setkab
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperkirakan terjadinya pelebaran defisit anggaran dalam RAPBN-Perubahan 2016. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, untuk menutupi defisit anggaran, pemerintah dapat membuka opsi melakukan penambahan utang.

Melebarnya defisit anggaran, tambah JK, terjadi karena pelemahan ekonomi yang kemudian mempengaruhi pencapaian penerimaan negara. "Karena pelemahan ekonomi tentu penerimaan negara pun tidak setinggi apa yang kita harapkan karena itu selisihnya itu haruslah menambah dengan utang atau apa. Dengan itu artinya defisit kan," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (7/4).

Lebih lanjut, JK mengatakan, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, diperlukan investasi baik dari pemerintah dan swasta. Selain itu, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga dinilai dipengaruhi oleh melemahnya kondisi ekonomi di Amerika dan Cina.

"Karena keadaan sekarang kan ekonomi Amerika dan lain-lainnya kan ikut melemah juga Cina dan sebagainya, boleh dibilang terjadi kestabilan seperti ini. Kestabilan di atas Rp 13 ribu," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro memastikan defisit anggaran dalam RAPBN-Perubahan 2016 mencapai 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), atau melebar dari postur APBN sebesar 2,15 persen terhadap PDB.

Bambang menjelaskan, defisit anggaran tersebut mempertimbangkan adanya penghematan belanja Kementerian Lembaga Rp 50,6 triliun, penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam Rp 70 triliun dan penurunan Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas Rp 17 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menambahkan, pemerintah akan melakukan pemangkasan belanja Kementerian Lembaga dalam postur RAPBN-Perubahan 2016 untuk mengurangi beban anggaran. "Paling banyak dari belanja barang," katanya singkat.

Dalam sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo, telah disepakati beberapa asumsi makro dalam RAPBN-Perubahan 2016 yang mengalami perubahan dari asumsi dalam APBN 2016.

Asumsi makro yang mengalami perubahan antara lain laju inflasi yang turun dari 4,7 persen menjadi 4,0 persen, nilai kurs rupiah terhadap dolar AS dari Rp 13.900 menjadi Rp 13.400, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari 50 dolar AS menjadi 35 dolar AS per barel.

Namun, asumsi pertumbuhan ekonomi masih dipertahankan pada 5,3 persen atau sama seperti asumsi yang tercantum dalam APBN 2016. Pemerintah segera menyiapkan pengajuan pembahasan RAPBN-Perubahan 2016 dengan DPR pada masa sidang mulai 17 Mei 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement