REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim tak bisa kaku membenarkan atau menyalahkan proyek reklamasi teluk Jakarta terkait prinsip pengelolaan lingkungan hidup. Kementerian pun meminta agar proyek ini dilihat secara makro.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK San Afri Awang dalam media briefing dengan tema "Izin Lingkungan dan Reklamasi" di Jakarta, Kamis (7/4), menyampaikan rencana review makro yang bisa dikerjakan dalam proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) alias tanggul raksasa (Giant Sea Wall) dilepas pantai DKI Jakarta. KLHK dalam waktu dekat akan membuat kajian menyeluruh agar proyek tersebut bisa dikerjakan dengan menekan dampak buruk lingkungan.
"Kita harus pikirkan soal penyediaan sumber air bersih di Pantai Utara, peluang membenahi Pantura lewat proyek ini, jadi tidak bisa dilihat sepotong-sepotong," tuturnya.
Review makro di program NCICD diyakininya akan dapat melihat proyek reklamasi secara utuh. Review akan dibahas di tingkat Kementerian Koordinator karena menyangkut lebih dari satu kementerian dan lembaga.
"Kita terus melakukan review sampai saat ini, segala masukan disampaikan kepada Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)," ujarnya.
Jikapun ada hal fatal soal pelaksanaan proyek terhadap lingkungan, maka segala rekomendasi termasuk pencabutan izin akan disampaikan kepada BLHD.
Sejauh ini, dia menilai, BLHD dapat bekerja sama dan melaksanakan masukan-masukan dari KLHK. Nantinya, jikapun terjadi pencabutan izin lingkungan dalam proyek reklamasi, gubernur lah yang berwenang mencabut karena gubernur pula lah yang dulunya memberikan izin.
Ukuran kelayakan suatu proyek pembangunan terlaksana yakni dilihat dari perolehan izin lingkungannya. Maka, lanjut dia, jika reklamasi teluk telah mengantongi izin, berarti proyek tersebut memang layak secara teknis prosedur.
Untuk merespons penolakan masyarakat nelayan dan aktivis lingkungan terhadap pelaksanaan reklamasi, ia pun menguraikan sejumlah pesan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. "Taatilah aturan, itu memang yang seharusnya dilakukan semua pejabat negara, serta yang paling prioritas, dengarkanlah suara-suara nelayan," katanya.