REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bali mendesak lembaga penyiaran untuk menghentikan penayangan iklan pengobatan tak berizin. Ketua KPID Bali, AA Rai Sahadewa mengatakan pihaknya sudah berulang kali mengingatkan lembaga penyiaran berupa surat imbauan, surat edaran, hingga surat ketentuan penayangan pengobatan alternatif.
"Berdasarkan ketentuan, lembaga penyiaran dilarang menayangkan jasa pengobatan yang tidak mendapat izin dari lembaga berwenang, yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota," kata Sahadewa di Denpasar, Kamis (7/4).
Pengawasan iklan pengobatan alternatif di Bali saat ini melibatkan berbagai komponen. Mulai dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Polda, Kejaksaan, KPI, hingga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Bali No. 532/03-B/HK/2016.
Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Jaminan Kesehatan Masyarakat Bali (JKMB), I Gusti Ayu Putri Mahadewi menambahkan pihaknya sedang melakukan penataan terhadap pengobat tak berizin yang merugikan masyarakat. Menurut dia. lembaga penyiaran semestinya bisa memfilter iklan yang masuk. "Jangan sampai yang tidak berizin bisa promosi atau beriklan di media," katanya.
Lembaga penyiaran, Mahadewi mengatakn perlu memerhatikan etika iklan. Iklan kesehatan harus memuat informasi akurat, informatif, edukatif, bertanggungjawab dan berbasis bukti.
Iklan kesehatan juga tidak boleh pamer, memberi informasi palsu, dan menampilkan testimoni. Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali saat ini mencatat ada 3.200 jasa pengobatan tradisional di Bali. Dari jumlah tersebut, hanya empat persen yang mengantongi Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) dan satu persen memiliki Surat Izin Penyehat Tradisional (SIPT). Sesuai aturan, jasa pengobatan yang boleh beriklan di media hanya yang memiliki SIPT.