REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum PBNU yang kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH Hasyim Muzadi menyatakan potensi konflik Sunni-Syiah di sejumlah daerah di Jawa Timur, yakni Bangil, Bondowoso, Puger, dan Madura, perlu diwaspadai.
"Konflik Sunni-Syiah di dunia telah terbukti menjadi awal terobek-robeknya kaum Muslimin bahkan penyebab terobek-robeknya sebuah negara. Juga hal ini, di Indonesia pasti merupakan ancaman terhadap NKRI," kata Hasyim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/4).
"Kita tentu bisa ikut merasakan sakit hati kaum Sunni ketika kaum Syiah menghujat Sayyidina Abu Bakar Assiddiq, Sayyidina Umar bin Khottob, Sayyidina Usman bin Affan, Sayyidah Aisyah, dan Sayyidah Hafsoh, bahkan sampai mengkafirkan beliau-beliau yang sangat dihormati di kalangan Sunni. Tapi kaum Sunni harus menahan diri dan selalu bergandengan dengan aparat negara," kata Hasyim.
Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) itu menjelaskan bahwa sebenarnya ada kelompok Syiah yang tidak menghujat para Sahabat Nabi, misalnya Kelomlpok Ja?fariyah dan Zaidiyah, namun jumlahnya sangat kecil bahkan lebih suka hanya digunakan sebagai promosi.
"Ketegangan sosial yang diakibatkan oleh hujatan ini apabila bersinggungan dengan politik kekuasaan akan terjadi kristalisasi kekuatan antarkeduanya kemudian tahap selanjutnya akan terjadi konflik terbuka," katanya.
Lebih lanjut Hasyim mengatakan bahwa proses menuju konflik terbuka ini dimanfaatkan oleh banyak kaum islamophobia (musuh Islam dunia) yang diam-diam memperparah arena konflik untuk melakukan devide et impera (pemecahbelahan) serta mempersiapkan intervensi pemikiran/militer asing baik blok timur maupun barat atas dalih keamanan dunia.
"Inilah yang terjadi di Syuriah pada saat sekarang ini. Kalau sudah sampai tahap ini, sudah tidak lagi kelihatan Sunni-Syiahnya, yang ada hanya penderitaan dan kehancuran kaum Muslimin dan negara Islam," katanya.
Kenyataan pahit inilah yang mendorong berbagai negara Sunni melarang pengembangan Syiah melalui undang-undang seperti Sudan, Malaysia, Brunei, apalagi Arab Saudi yang memang musuh bebuyutan Syiah, kata Hasyim.
"Sedangkan di Indonesia semua berdasarkan HAM, tidak peduli apakah HAM tersebut menuju persatuan atau cerai berai, bahkan kehancuran Indonesia," kata dia.
Akibatnya, Polri pun akan kehabisan langkah kalau menghadapi konflik sosial ideologis seperti ini karena tidak adanya payung hukum yang melindungi polisi sendiri.
Khusus terkait potensi konflik di Jawa Timur, menurut Hasyim tidak menutup kemungkinan dalam hitungan waktu bisa saja terus menjalar ke Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara, kalau tidak ada formula utuh kenegaraan dan sosial masyarakat untuk penyelesaiannya.