Selasa 05 Apr 2016 18:59 WIB

Manajemen Pengolahan Sampah Indonesia Dinilai Masih Kurang

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andi Nur Aminah
 Suasana aktivitas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar gebang, Kota Bekasi, Rabu (4/11).  (Republika/Yasin Habibi)
Suasana aktivitas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar gebang, Kota Bekasi, Rabu (4/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN – Manejemen pengolahan sampah di Indonesia masih belum terlalu baik. Pemusatan pembuangan sampah masih menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Menurut Perekayasa Utama, Badan Pengkajian  dan Penerapan Teknologi (BPPT), Syah Johan Ali Nasiri, bukan hanya dampak lingkungan yang masih sangat kuat. “Semua dunia tahu bahwa cari tanah untuk buang sampah itu susah,” ujar pria yang biasa disapa Johan dalam workshop ‘Mengenal Lebih Dekat Plastik’ di Pusat Penelitian dan IPTEK (Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (5/4).

Selain itu, pengumpulan sampah hingga menumpuk juga rawan akan kecelakaan. Ia mengingatkan peristiwa meninggalnya 22 orang akibat tersebut. Sampah tersebut longsor dan meledak sehingga menewaskan banyak pihak.

Karena kondisi tersebut, Johan mengatakan, proses ‘dibakar’ menjadi solusi tepat. Solusi ini bahkan sudah dilakukan oleh negara-negara maju seperti Singapura, Hongkong dan Jepang. 

Johan menerangkan, proses ‘dibakar’ ini bukan berarti dilakukan secara individu di rumah-rumah yang sampahnya relatif kecil. Kalau ini dilakukan, dampak negatif tentu tetap muncul. Dengan kata lain, asap yang dikeluarkan jelas masih menjadi gangguan terhadap lingkungan sekitar. “Kalau tidak sempurna pembakarannya, ini tentu bisa menghasilkan asap atau debu yang tidak baik bagi lingkungan,” tambah dia.

Menurut Johan, pusat pembakaran sampah yang dilakukan secara industri merupakan hal yang perlu dilakukan pemerintah. Pusat ini nantinya bertugas untuk membakar sampah secara industri dengan suhu 850 hingga 1100 derajat Celsius saat dibakar. 

Jika proses ini dilakukan, dampak negatif seperti menghasilkan gas metana tidak akan muncul. Bahkan, upaya ini bisa menghasilkan energi 2/3 MwH per ton sampahnya.

Sampai saat ini, Indonesia masih belum memiliki pusat pembakaran yang sesuai. Padahal, Johan mengaku sudah menerima informasi bahwa pihak terkait sudah memiliki dana tiga triliun rupiah. “Dulu katanya untuk membangunnya butuh dana tiga triliun rupiah dan belum lama ini orang itu bilang sudah ada dananya, tapi nyatanya belum ada implementasinya sampai sekarang,” terang Johan.

Apabila Indonesia tidak mampu membangun pusat pembakaran sampah tersebut, Johan menyarankan, pemerintah untuk mencontoh program negara lain. Dia menyontohkan Singapura yang memiliki program denda jika terdapat masyarakatnya yang membuang sampah, kotoran bahkan ludah.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement