REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN –- Pemerintah sudah menjalankan program plastik berbayar seharga Rp 200. Namun pro kontra terkait hal tersebut masih terus bermunculan.
Kepala Pusat Agroindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hardaning Pranamuda menyatakan, pemerintah pada dasarnya ingin mengurangi volume plastik, sehingga mengeluarkan aturan plastik berbayar. Selain itu, beban plastik yang mulanya dipegang industri pun berubah. Masyarakat dengan membayar Rp 200 pun menjadi pihak yang menanggung bebannya. Namun dia mengaku masih belum mengetahui pasti arah aturan ini.
“Penggunaannya belum jelas. Lalu apakah dengan plastik berbayar, maka masalah volume sampah plastik ikut berkurang?” kata Hardaning. Dia berpendapat, dampak ini nampaknya tidak terlalu siginifikan sampai saat ini.
Pada kesempatan sama, Kepala Balai Teknologi Polimer, BPPT, Dody Andi Winarto menerangkan, sebenarnya Indonesia sudah memiliki aturan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Aturan ini menyebutkan produsen plastik yang sebenarnya harus bertanggungjawab ihwal dampak plastik. Pasalnya, merekalah yang bertugas dalam menghasilkan sampah.
Menurut Dody, masalah yang menyebabkan pengelolaan sampah Indonesia belum terselesaikan adalah belum adanya turunan aturan dari UU itu. “Tidak ada upaya real untuk diimplementasikan melalui aturan turunan sehingga masih simpang siur,” jelas dia.