Selasa 05 Apr 2016 06:17 WIB

Pemprov DKI Klaim Reklamasi Pulau untuk Kepentingan Masyarakat

Proyek pembangunan dermaga di kawasan Muara Angke berlatar belakang gedung-gedung apartemen yang berdiri di tanah reklamasi, Jakarta, Sabtu (2/4).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Proyek pembangunan dermaga di kawasan Muara Angke berlatar belakang gedung-gedung apartemen yang berdiri di tanah reklamasi, Jakarta, Sabtu (2/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengklaim peta tata ruang proyek reklamasi pantai utara Jakarta dirumuskan dengan mengutamakan kepentingan publik.

"Kalau ditotal dengan luasan pulau, tidak kurang dari 50-55 persen wilayah di masing-masing pulau itu tersedia untuk masyarakat," ujarnya dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (4/4).

Sekitar 50 persen wilayah yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat itu meliputi 20 persen ruang terbuka hijau (RTH) dan 5 persen ruang terbuka biru (RTB) atau danau dan daerah resapan air.

Kemudian, 5 persen untuk fasilitas sosial dan umum, 5 persen untuk infrastruktur jalan termasuk jalur MRT, serta pantai publik minimal 10 persen dari luas keliling pulau.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga telah mempertimbangkan perbaikan kondisi ekologi sehingga proses reklamasi dan pelestarian lingkungan dapat dilakukan secara beriringan melalui konsep subsidi silang dengan perhitungan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali NJOP dikali luas lahan yang bisa dijual (saleable area).

Sementara itu, terkait usulan pengurangan besaran tambahan kontribusi yang diusulkan oleh DPRD Jakarta dalam Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara, ia mengaku hal tersebut belum diputuskan.

Tuty juga mengungkapkan bahwa jadwal penetapan perda sebagai dasar hukum proyek reklamasi melalui rapat paripurna telah mengalami perubahan hingga 16 kali.

"Sejak pertama kami usulkan raperda pada 23 November 2015, sudah 16 kali ada perubahan jadwal. Artinya, ada penambahan dan pergeseran waktu dalam pembahasan dan penetapan paripurna," ujar dia.

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta menduga kuat lambatnya proses raperda zonasi Jakarta mengindikasikan adanya praktik korupsi dalam proyek reklamasi 17 pulau di pantai utara Jakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement