REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pemerintah Jepang membantu pengembangan pertanian organik di Sumatera Utara, diantaranya dengan memberikan hibah dalam perluasan pusat pelatihan pertanian organik terhadap Yayasan Ekosistem Lestari yang berada di Kecamatan Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat.
Konsul Jenderal Jepang di Medan Hirofumi Morikawa di Medan, Jumat (1/4), mengatakan, perluasan pusat pelatihan pertanian organik itu merupakan realisasi dari bantuan hibah pemerintah Jepang tahun anggaran 2014 melalui program "Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects", sebagai bentuk kerja sama, dukungan, dan wujud kepedulian kepada masyarakat Indonesia.
"Penandatanganan kontrak hibah dengan Yayasan Ekosistem Lestari senilai Rp 847 juta itu sudah dilakukan 12 Maret 2015 lalu," katanya.
Pusat Pelatihan Pertanian Organik Yayasan Ekosistem Lestari menyelenggarakan berbagai pelatihan mengenai pertanian berbasis organik, pembuatan kompos, biogas dan sebagainya bagi kelompok petani, pelajar, mahasiswa, dan kelompok lainnya, khususnya yang berada di Kabupaten Langkat.
Juga nantinya direncanakan akan dikembangkan diantaranya sebagai lokasi lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Profesi Pertanian Organik, tempat uji kompetensi fasilitator, dan inspektur pertanian organik, serta produksi bahan pangan bersertifikat organik.
Proyek itu dirancang dengan tujuan untuk mengembangkan dan memperluas teknologi pertanian organik yang ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan di wilayah Sumut, khususnya di Kabupaten Langkat.
Ia mengatakan, setelah ditugaskan selama hampir satu tahun, ia merasakan bahwa bidang pertanian merupakan bidang yang sangat potensial di wilayah Sumut.
"Sumatera Utara memiliki kelebihan lahan subur yang luas dan jumlah populasi yang banyak. Namun, saya tidak yakin apakah masyarakat setempat mempergunakan semaksimal mungkin potensi tersebut," katanya.
Berdasarkan informasi, kata dia, di Indonesia masih banyak bergantung pada kebutuhan impor bahan makanan, bahkan beras yang merupakan makanan pokok, ada kalanya masih bergantung pada kebutuhan impor.
"Selain itu, juga masih banyak produk sayuran dan buah-buahan yang berasal dari luar. Kondisi seperti ini, dalam istilah Jepang disebut 'Mottainai' yang berarti memiliki potensi yang besar, namun pemanfaatannya belum maksimal," katanya.
Menurut dia, jika Indonesia suatu saat mampu memproduksi dalam skala besar hasil pertanian yang kualitasnya baik, tentunya tidak perlu lagi mengimpor dari luar negeri, bahkan mungkin saja nanti pada bisa mengekspornya hingga ke Jepang. "Di Jepang, produk pertanian organik sangat terkenal dan harga jualnya pun relatif tinggi. Sebenarnya, saya telah mengenal orang-orang yang telah berhasil menjalankan bisnis pertanian organik ini di Sumut," katanya.