REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai bahwa terdapat sedikitnya 3.226 peraturan daerah (Perda) di Indonesia. Banyaknya peraturan ini juga berdampak pada perizinan dan menghambat investasi yang ingin masuk ke daerah.
Ekonom dari Centre of Reform on Economic (CORE) Akhmad Akbar Susamto mengatakan, ribuan perda yang ada di daerah ini memang tidak semuanya bermuara pada kebaikan. Bahkan ada perda yang dibuat seenaknya. Hal ini terjadi karena euforia pejabat lokal baik eksekutif maupun legislatif setelah mempunyai otonomi daerah. Tak jarang, perda pun dimanfaatkan untuk melakukan pungutan liar (pungli).
"Saya memahami langkah pemerintah untuk meminimalisir peraturan daerah. Keinginan ini pun sebenarnya sudah lama didengungkan oleh pemerintahan sebelumnya. Artinya pemangkasan Perda memang perlu," ujar Akhmad, Jumat (1/4).
Menurut Akhmad, jika pemerintah ingin menghilangkan sejumlah peraturan yang ada di daerah, bisa melalui Kemendagri yang secara struktural langsung membawahi Gubernur atau walikota/bupati. Dengan arahan untuk mempermudah perizinan, Kemendagri bisa menginturksikan Pemda dalam menghilangkan perizinan yang sudah tidak layak dijalankan.
"Di antara poin-poin masalah dalam perda, adalah pungutan-pungutan daerah yang tidak sesuai dengan undang-undang. Aturan ini bisa mempersulit dunia usaha," papar Akhmad.