Jumat 01 Apr 2016 07:39 WIB

'Tak Perlu Emosional Tanggapi Temuan DiCaprio Soal Kebun Sawit Indonesia'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Leonardo Dicaprio
Foto: gunungleuser.or.id
Leonardo Dicaprio

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Temuan aktor Hollywood Leonardo DiCaprio terhadap kondisi hutan dan sawit di Indonesia harusnya ditanggapi bijaksana. Respons emosional yang ditunjukkan oleh salah satu pengusaha sawit asal Aceh Asmar Arsyad dan Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo atas temuan DiCaprio dinilai merupakan tindakan keliru.

"Ini kontraproduktif dengan agenda pembangunan Jokowi yang sedang fokus menata kembali tata kelola hutan dan sawit di Indonesia. Apalagi Dirjen Imigrasi mengancam akan mendeportasi DiCaprio jika terbukti mendiskreditkan negara Indonesia karena melakukan black campaign," ujar peneliti bisnis dan HAM Setara Institute M Raziv Barokah dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, baru-baru ini.

(Baca Juga: Leonardo DiCaprio Terancam Dideportasi dari Indonesia)

Dalam catatan perjalanan yang diunggah di akun Instagram-nya, Leo menyatakan kekecewaannya terhadap sejumlah hewan yang terancam punah habibatnya. Salah satunya adalah gajah Sumatra. Leo berpandangan ekspansi perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab rusaknya ekosistem hutan yang juga menjadi sumber rantai makanan hewan-hewan langka seperti Gajah Sumatra.

Raziv mengatakan tanpa informasi dari Leo, publik sudah mafhum bagaimana buruknya tata kelola hutan Indonesia yang nyaris gagal menjaga keseimbangan ekosistem. "Kebakaran hutan yang selama ini terjadi, juga telah membuka mata dunia bagaimana hutan di Indonesia dieksploitasi tanpa batas, tanpa kontrol, dan tanpa akuntabilitas memadai," kata dia.

COP21 di Paris beberapa bulan lalu menunjukkan bahwa menjaga keseimbangan ekosistem dan fungsi ekologis hutan adalah concern bangsa-bangsa di dunia. Jokowi pun menyatakan komitmennya untuk menjaga hutan di forum tersebut. 

Jadi, kata dia, tidak ada hal baru dari apa yang disampaikan aktor peraih Oscar itu. Apalagi, Leo bersama LSM Indonesia dianggap mendiskreditkan Indonesia. Reaksi pengusaha dan sejumlah pejabat Indonesia yang berlebihan justru menimbulkan tanda tanya baru. 

Menurut Raziv, sikap akomodatif harusnya ditujukan pemerintah Indonesia atas kedatangan Leo, yang masih peduli dengan ekosistem hutan Sumatra. Berbagai temuan multipihak terkait kondisi ekosistem dan kehutanan mestinya menjadi aspirasi konstruktif yang menjadi basis penataan tata kelola. 

Menurut dia, mainstreaming prinsip HAM dalam bisnis telah menjadi komitmen internasional. Karena itu Raziv menilai tata kelola hutan harus menyatukan tiga kepentingan masyarakat sipil, sektor bisnis, dan konservasi. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator. 

 

Qommarria Rostanti

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement