Kamis 31 Mar 2016 19:29 WIB

Fokus ke Partai, Harry Tanoe Tinggalkan 101 Perusahaannya

Harry Tanoe
Harry Tanoe

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Ketua Umum Partai Perindo Harry Tanoesoedibjo siap memfokuskan diri untuk membesarkan partai. Bahkan, demi partai yang dipimpinnya berkonsentrasi membangun ekonomi kerakyatan, Harry Tanoe pun rela meninggalkan ekonomi kapitalis dan neoliberal. Dia pun mengaku sudah meninggalkan 101 perusahaan dengan karyawan sebanyak 30 ribu orang kepada kalangan profesional agar bisa fokus mencapai cita-cita tersebut melalui jalur partai dan berbagi pengalaman usahanya kepada bangsa Indonesia.

“Saya saat ini keliling Indonesia selain membangun partai juga sekaligus membangun ekonomi kerakyatan dengan berbagai langkah konkret, mulai dari pembinaan, pelatihan, dan bantuan permodalan bagi UKM. Saya turun langsung demi memastikan bahwa langkah yang diambil tepat sasaran. Saya sudah meninggalkan perusahaan karena sudah ada yang ngurusi dan berjalan sangat baik,” ujar Harry Tanoesoedibjo dalam acara pelantikan ormas Pemuda Perindo di Jakarta, Kamis (31/3).

Harry meyakini, pengalamannya jatuh bangun membangun usaha selama 26 tahun bisa diterapkan mencapai tujuan tersebut. Selama semua hal dilakukan dengan militansi, kerja keras, dan kerja cerdas, kata dia, maka tujuan baik senantiasa terwujud.

Menurut dia, Perindo hadir dengan tujuan yang jelas untuk membangun masyarakat kecil sesuai dengan tujuan membangun Indonesia sejahtera. Oleh karena itu, Perindo akan menjadi pelopor pengubah strategi berbangsa dan bernegara. “Karena, kalau tidak, maka tujuan kemerdekaan, yaitu memakmurkan kehidupan rakyat, tidak akan tercapai,” ujarnya.

Harry mengatakan, dia khawatir jika arah pembangunan yang neoliberal dan kapitalis seperti sekarang terus dipaksakan dan tidak mengambil pondasi ekonomi kerakyatan, maka tujuan mensejahterakan rakyat hanyalah harapan kosong. Justru yang akan terjadi adalah kesenjangan antara si kaya dan si miskin yang terus melebar. Dia pun mencontohkan kondisi dua negara, yaitu India dan Cina, yang perekonomian keduanya berada di bawah perekonomian Indonesia, saat ini bernasib berbeda karena penerapan ekonomi neoliberal kapitalis dan ekonomi kerakyatan.

Cina dan India, kata dia, adalah dua negara besar dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan di bawah Indonesia 30 tahun lalu. India karena jajahan Inggris menerapkan ekonomi neoliberal kapitalis, seperti Inggris dengan harapan mereka bisa makmur seperti Inggris.Tapi, karena tingkat pendidikan rakyatnya tidak semaju Inggris,hal yang terjadi justru penerapan ekonomi neoliberal kapitalis membuat jurang antara si kaya dan si miskin bertambah jauh.

Adapun Cina yang awalnya ekonomi dan pendidikan rakyatnya di bawah Indonesia dengan jumlah penduduk 1,3 miliar orang, memilih menerapkan ekonomi kerakyatan. Cina membangun pondasi ekonomi dari kelompok yang justru tidak mapan. Kelompok ini diberikan perlakuan khusus, mulai dari pendanaan, pelatihan, dan kebijakan. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Cina mengalami hal yang luar biasa. Kelompok ekonomi lemah semakin jauh berkurang dan jumlah masyarakat mapan terus bertambah. “Cina pun menjadi kekuatan ekonomi nomor dua terkuat di dunia saat ini,” kata Harry.

Harry melanjutkan, Cina sejak awal menyadari bahwa dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya tertinggal, ekonomi kapitalis dan neoliberal tidak bisa diterapkan. “Jadi, sekarang tergantung pada kita sendiri untuk mengubah konsep ekonomi kita. Apakah kita akan mencontoh India atau Cina? Kami jelas memilih membangun basis ekonomi kerakyatan,” ujarnya.

Ketua Umum Pemuda Perindo Effendi Syah Putra mengatakan, Harry Tanoesudibyo sudah berkomitmen membangun ekonomi kerakyatan dan akan fokus di dunia politik demi membesarkan partai yang dibesutnya. Karena itu, akan sulit bagi Harry mencapai tujuan tersebut jika tidak meninggalkan perusahaan yang didirikannya.

“Dia bilang ke saya akan menghabiskan periode ketiga hidupnya demi mengabdi membangun ekonomi kerakyatan,” kata Effendi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement