Kamis 31 Mar 2016 09:09 WIB

Ini Sebab Kebutuhan Gula tak Tercukupi

Rep: Dyah ratna meta novia/ Red: Winda Destiana Putri
Gula. Ilustrasi
Foto: ABCNews
Gula. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid mengatakan, pemerintah harus segera hadir dalam mengatasi masalah pergulaan nasional.

Yakni dengan menetapkan harga gula yang mengacu pasar internasional  atau  memberikan instruksi kepada PT Perkebunan Nusantara dengan membeli hasil panen para petani tidak kurang dari harga Rp 9000/kg.

"Permasalahan kurangnya produksi gula kristal putih (GKP) Nasional tidak kunjung selesai. Saya perhatikan dari tahun 2000 sampai tahun 2016 tidak ada kenaikan, apalagi kalau kita berbicara swasembada gula masih jauh dari harapan," katanya saat kunjungan kerja Komisi VI DPR RI di PT. Perkebunan Nusantara dan PT. RNI di Semarang belum lama ini.

Menurut data yang dipaparkan PT. PN, produksi GKP Nasional pada tahun 2016 baru mencapai 2,78 juta/ton. Sedangkan kebutuhan GKP Nasional 2,98 juta/ton masih defisit 193 ribu/ton.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab belum tercukupinya kebutuhan gula nasional. Antara lain, pemerintah mengeluarkan izin impor gula rafinasi yang terlalu banyak.

Ini mengakibatkan gula lokal kalah bersaing. Faktor berikutnya kondisi cuaca pada tahun 2014 dan tahun 2015 mengalami kekeringan yang panjang sehingga tanaman tebu banyak yang mati.

"Saya akui memang cuaca juga menjadi faktor kendala tapi seharusnya bisa diatasi. Saat ini sudah zamannya teknologi, jika ini menjadi penghambat, Komisi VI siap membantu."

Selain itu, rendemen saat ini masih 7 persen, kalah jauh dengan Thailand, harga jualnya saja Rp.6000. Jika dihitung memang lebih murah gula impor dibanding produksi sendiri.

Makanya pemerintah memberikan keleluasaan izin impor terhadap gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Anggota Komisi VI Eriko Sotarduga menambahkan, jika berkaca pada pertanian tebu di Australia dengan peralatan yang tidak jauh beda dengan PT.PN dan PT.RNI, mereka mampu memproduksi 100 ton/hektar dengan rendemen 9-12 persen.

"Jadi sebenarnya kita juga bisa seperti Australia. Kalau memang ada pada permasalahan dana, sekarang sudah banyak Bank BUMN yang bisa menkover hal itu, jika pabriknya sudah tua, kalau perlu kita bangun yang baru,"

Dirut PT.PN XI Dolly P Pulunga membenarkan masalah anomali cuaca, jumlah tebu yang akan dikeloka kemungkinan akan turun sekitar 20-25 persen. Untuk mengatasi hal itu,  pihaknya akan menggunakan teknologi mekanisasi speeding up kualitas.

"Diharapkan off farm meningkat dengan target 1,5 jt ton," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement