Rabu 30 Mar 2016 06:24 WIB

KPI Terima 5.920 Aduan untuk Stasiun Televisi

KPI
KPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesua (KPI) menerima 5.920 masukan dan kritik dari uji publik ke masyarakat sebagai evaluasi penyelenggaraan penyiaran terhadap 10 stasiun televisi utama di Indonesia.

"Dengan KPI menggulirkan uji publik ke masyarakat ini menjadi usaha KPI membuka perhatian masyarakat berkaitan apa yang mereka tonton. Masukan publik sebagai jembatan untuk mendekatkan penyelenggaraan penyiaran sesuai minat, kepentingan, dan kenyamanan publik sebagaimana mandat UU 32/2002 Pasal 34 Ayat 3," kata Komisioner KPI bidang Perizinan, Amirudin di Jakarta, Selasa (29/3).

Amirudin mengatakan sejak uji publik disebarkan ke masyarakat hingga 31 Januari 2016, total masukan terkumpul sebanyak 5.920, termasuk yang memenuhi legal standing 954 masukan terdiri dari 914 perseorangan dan 40 lembaga. KPI yang mengeluarkan maklumat berkaitan uji publik bagi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) bertujuan memperbaiki konten siar pada 10 stasiun televisi utama di Indonesia, yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, ANTV, MNC TV, Trans TV, Trans7, TV One, Global TV dan Metro TV.

Perpanjangan izin siar ini berbeda dengan permohonan IPP baru, yakni terdapat evaluasi penyelenggaraan penyiaran, bukan sekedar pemeriksaan data teknik, data administrasi dan data program siaran semata. Proses evaluasi ini memerlukan masukan dan pandangan publik sebagai bahan dan pertimbangan dalam pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) KPI dan Pemohon.

Adapun isi masukan yang diterima berkaitan kritik mengenai muatan TV yang tidak mendidik, kekerasan di program anak, infotainment yang mengumbar aib, pemberitaan yang tidak netral, berita tidak akurat dan cenderung fitnah, penggunaan hewan yang dilindungi tetapi untuk kuliner ekstrem dan siaran lainnya serta program hiburan dan komedi yang di luar batas.

Selain itu, saran masyarakat juga mengoreksi siaran yang berisi pendeskreditkan kelompok tertentu, berita yang cenderung menguntungkan pemilik lembaga penyiaran dan afiliasinya, liputan kehidupan pribadi artis dengan durasi yang tidak wajar.

Selanjutnya, penggunaan TV untuk kepentingan politik, pelanggaran terhadap kepentingan publik, penggunaan bahasa Indonesia yang salah, dan siaran agama yang tidak toleran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement