REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia perlu menerapkan nexus water-food-energy, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai keterkaitan erat antara energi atau bahan bakar dengan air. Hal itu perlu segera diintegrasikan ke dalam rencana dan strategi pembangunan nasional.
Wakil Presiden Asia Water Council (AWC), Firdaus Ali mengatakan, setiap negara perlu mulai melakukannya dari skala nasional hingga skala lokal.
"Kita tidak punya cukup waktu untuk menunggu sampai krisis air, pangan, dan energi menjadi masalah serius ketahanan nasional kita," katanya melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (27/3).
Saat ini, Bumi sedang menghadapi tantangan besar peradaban sebagai konsekuensi dari beban populasi yang sudah mencapai hampir 7,4 miliar jiwa. Bahkan, angka tersebut akan menjadi 9,5 miliar menjelang 2050.
Dengan meningkatnya populasi, ancaman krisis air akan semakin parah, muncul gangguan ketahanan pangan global, peningkatan ancaman serta resiko bencana terkait air dan cuaca (hidrometeorologi). Masalah-masalah tersebut tidak hanya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi global, tetapi juga dapat memakan korban harta dan jiwa yang masif.
Indonesia, ia melanjutkan, sebagai negara dengan jumlah populasi keempat terbesar dunia, untuk pertama kalinya setelah 70 tahun merdeka berusaha keras memperbaiki kondisi ketahanan air nasional. Usaha ini dilakukan untuk mendukung ketahanan pangan dan ketahan energi.
"Salah satu contoh nyata adalah membangun 49 bendungan waduk baru dan menyelesaikan 16 bendungan waduk yang lama terbengkalai." katanya.
Penanganan banjir dan tanah longsor akibat rusaknya daerah hulu juga dilakukan dengan upaya dan komitmen serius.