Kamis 24 Mar 2016 09:10 WIB
Tingkatkan Investasi

JK: Pemerintah akan Tingkatkan Infrastruktur dan Aturan yang Jelas

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Wapres Jusuf Kalla mengajak masyarakat untuk peduli sampah saat peringatan HPSN di Makassar, Sabtu (5/3).
Foto: dok. Humas Kemenhut
Wapres Jusuf Kalla mengajak masyarakat untuk peduli sampah saat peringatan HPSN di Makassar, Sabtu (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pentingnya meningkatkan pembangunan infrastruktur serta pembuatan aturan yang jelas di Indonesia. Sebab, saat ini Indonesia tengah membuka dan menarik pengusaha asing untuk berinvestasi di tanah air.

Tak sedikit negara-negara industri seperti Cina, Jepang, dan Korea yang tertarik untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Sebab, Indonesia memiliki pasar yang lebih luas dengan basis produksi yang lebih murah dibandingkan negara mereka. Selain itu, Indonesia dengan jumlah penduduk yang tinggi juga memiliki sumber daya alam yang melimpah.

"Tentu untuk mengisi itu (investasi) harus ada infrastrukturnya dan ada aturan yang pasti," tegas Wapres usai menerima sejumlah pengusaha asal Cina di Sanya, Hainan, Republik Rakyat Cina, dikutip dari laman resmi Wapres.

JK menyampaikan, dengan adanya investasi dapat meningkatkan lapangan kerja serta memberikan berbagai dampak positif bagi perekonomian. Yakni seperti naiknya nilai ekspor dan pendapatan pajak negara. Selain itu, adanya pembangunan industri di hulu dapat menambah berdirinya industri di hilirnya.

"Yang kita inginkan, agar ada suatu hulur dan hilir bersambung. Tanpa industri hulu seperti nikel itu, yang terjadi seperti sebelumnya. Kita hanya mengekspor bahan baku, maka rusaklah lingkungan," ujarnya.

"Maka itu kita hubungkan hulu dengan hilir, sekaligus menghasilkan lapangan kerja lebih luas, multiplier efeknya lebih tinggi, pendapatan lebih tinggi, ekspor lebih tinggi," jelasnya.

Tak hanya itu, foreign direct investment (FDI) juga dapat membantu meningkatkan devisa negara. Ia mencontohkan, jika investor akan membangun pabrik di Indonesia, modal yang digunakan untuk membeli lahan, batu, baja, dan sebagainya akan masuk ke Indonesia dalam bentuk rupiah.

"Devisanya masuk ke devisa nasional. Itu efeknya, sehingga mengurangi defisit neraca pembayaran, yang keluar impornya dan ekspornya bisa sebanding nanti," katanya.

Kendati demikian, pemerintah Indonesia juga perlu mengatasi berbagai kendala yang dihadapi para investor, seperti masalah pembebasan lahan.

JK mencontohkan, kendala perusahaan PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) saat berinvestasi di Kendari, Sulawesi Tengah.

Perusahaan ini, kata dia, mengalami masalah dalam menyelesaikan pembangunan pabrik smelter dengan pengelola kawasan industri.

Pihak pengelola belum dapat memberikan lahan seluas 5500 Ha di kawasan industri kepada VDNI. Sebab, di kawasan industri tersebut masih terdapat lahan fungsi Daerah Irigasi Rawa dan Daerah Irigasi Tambak.

Karena itu, koordinasi antar kementerian seperti Kementerian PU-Pera dan Kementerian Agraria juga penting dilakukan.

JK menambahkan, pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan membantu menyelesaikan masalah ini dalam waktu satu bulan.

"Mereka investasi nikel, smelter di sana, sangat besar. Akhirnya sampai 5 miliar (US) dolar rencana mereka, sekarang baru 1 miliar (US dolar)," ujarnya.

JK menjelaskan, masalah pembebasan lahan masih menjadi kendala utama baik bagi pemerintah maupun para investor.

Terlebih jika lahan tersebut berada di Pulau Jawa yang memiliki penduduk yang padat. Menurut JK, langkah-langkah strategis seperti pembuatan aturan yang lebih sederhana pun dapat menarik investor menanamkan investasinya.

"Karena itulah, di BKPM izin awal bisa tiga jam, itu izin awal ya. Lalu pelaksanaannya umumnya di daerah, jadi bukan hanya proyek swasta, proyek pemerintah pun terjadi begitu. Pembebasan lahan saja, pengairan, listrik, butuh aturan yang keras tapi juga butuh negosiasi yang baik dengan masyarakat, dan kita jalankan itu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement