REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Seksi Religi, Spiritualitas, dan Psikiatri (RSP) Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Fidiansjah, mengungkapkan, pembahasan perbaikan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Kejiwaan (PPDGJ) hingga kini masih terus berlangsung. Terakhir, PPDGJ telah mencapai edisi ketiga dan dikeluarkan pada 1993 silam.
PPDGJ ini mengatur soal norma, standar prosedur, kriteria, dan klasifikasi masalah dan gangguan jiwa, lengkap dengan diagnosisnya. PPDGJ III ini menjadi rujukan bagi dokter jiwa dalam mendiagnosis sebuah masalah atau gangguan jiwa.
PPDGJ ini pun terus berubah seiring dengan adanya fenomena-fenomena baru yang terjadi di masyarakat dan disesuaikan dengan kondisi budaya dan sosio-kultural Indonesia. Termasuk dengan keputusan mencantumkan perilaku Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender (LGBT) sebagai gangguan kejiwaan.
Menurut Fidiansjah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan PPDGJ edisi III pada 1993 silam. "Jadi dengan demikian, maka revisinya akan dikeluarkan oleh Kemenkes," ujar Fidiansjah kepada wartawan di kantor Sekretariat Gerakan Indonesia Beradab (GIB), Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (23/3).
Dalam pembentukan dan perumusan revisi PPDGJ itu, lanjut Fidiansjah, Kemenkes akan berkomunikasi dengan berbagai stakeholder pengguna PPDGJ, mulai dari PDSKJI, Asosiasi Psikologis, dan Keperawatan. Fidiansjah pun mengaku, saat ini proses perumusan dan pembentukan revisi PPDGJ itu masih terus berjalan.
"Sudah berproses dan tentu membuat perubahan tidak bisa langsung kami ekspose, karena harus mendengar dan melihat dari berbagai macam kajian," tutur Fidiansjah.
Tidak hanya itu, dalam pembuatan PPDGJ itu, pemerintah akan menyesuaikan dengan Undang-Undang yang ada, terutama kepada UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan UU Kesehatan. "Itu menjadi pilar yang harus kami pakai dalam nanti menindaklanjuti berbagai hal, termasuk apa yang nanti dikaitkan dengan PPDGJ," lanjutnya.