REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suasana lobi utama Mal Pejaten Village terasa berbeda karena belasan angkutan transportasi, taksi konvensional tidak terlihat berjejer rapi di depan. Biasanya belasan kendaraan taksi telah mengantri, dan sopirnya nongkrong sambil menunggu penumpang.
"Sudah sejak dua hari, dari Selasa dan Rabu ini tidak ada," ujar karyawan Pejaten Village, Jakaria (24), Rabu (23/3). Jakaria menuturkan memang biasanya ada 16 armada taksi yang parkir di depan lobi. Namun pada hari ini, mereka tidak terlihat berkumpul.
"Setahu saya karena ada demonstrasi taksi konvensional. Kata mereka karena keluhan setoran sering tidak mencukupi, semenjak ada Grab Car dan Uber," kata dia.
Ia memperkirakan kosongnya taksi Bluebird karena armada tersebut laris diserbu konsumen yang ingin naik gratis.
Salah seorang konsumen Grab Car, Frety (34) yang sudah enam bulan menggunakan angkutan online roda empat terlihat sedang menunggu taksi Bluebird hari ini. "Benar gratis, biasanya naik Grab Car," kata dia.
Terhitung setengah jam lebih, dia dan anggota keluarganya menunggu di depan lobi. Karena lama ia tampaknya akan kembali naik Grab Car atau Uber.
Menurutnya kenyaman taksi konvensional berbeda dengan layanan roda empat daring. Servisnya dipandang cepat, murah dan orang-orangnya ramah.
"Namun kalau taksi konvensional kurang nyaman, seperti tadi bawa angkutannya sedikit ugal-ugalan," kata dia.
Selain itu, tarif angkutan umum itu sangat berbeda. Misalkan dari rumahnya di kawasan Tangerang sampai ke kantornya Arkadia, TB Simatupang tarif taksi konvensional Rp 132 ribu, belum termasuk tol. Sedangkan Grab Car Rp 82 ribu dan Uber Rp 62 ribu belum termasuk Tol.
Dari segi kenyamanan dan keamanan didapatkan saat menggunakan transportasi daring, antara lain tidak ugal-ugalan dan bersih. Sementara kendaraan yang sering digunakan seperti Avanza, Karimun, Swift dan Xenia.
"Harapan kita dari customer, aplikasi jangan ditutup. Karena kalau ada yang lebih murah untuk apa naik yang lain," tutup dia.