Rabu 23 Mar 2016 11:07 WIB

Pemerintah tak Bisa Hadirkan Layanan Angkutan Publik yang Baik

Rep: Puti Almas/ Red: Muhammad Hafil
Pecahan kaca mobil berserakan akibat pengerusakan taksi saat demo angkutan umum di Jl Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pecahan kaca mobil berserakan akibat pengerusakan taksi saat demo angkutan umum di Jl Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Penolakan taksi dan angkutan umum konvensional terhadap transportasi berbasis daring (online) terjadi, Selasa (22/3) kemarin di Jakarta. Aksi unjuk rasa dilakukan oleh para pengemudi sejumlah titik di Ibu Kota seperti Jalan Gatot Subroto. Demo juga disertai dengan bentrokan massa, yang menyebabkan kemacetan parah. 

Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia (UI), Alviansyah mengatakan hal ini sudah dapat diprediksi sejak lama. Menurutnya, fenomena hadirnya transportasi berbasis online, seperti Grab Car, Uber, serta Gojek sendiri menjadi cerminan bahwa negara tidak mampu menyediakan angkutan layanan publik yang baik. 

"Ini sudah predictable ya, seperti bom waktu. Adanya transportasi berbasis online sendiri merupakan cerminan ketidakhadiran negara dalam menyediakan angkutan layanan publik yang baik dan yang jadi korban selama ini adalah masyarakat," ujar Alviansyah kepada Republika.co.id, Rabu (23/3). 

Ia menjelaskan sebelum ada layanan berbasis daring, pengguna transportasi umum seperti taksi harus menanggung beban biaya yang cukup mahal. Karenanya, tak heran saat transportasi semacam ini hadir, masyarakat merasa lebih diuntungkan. 

"Dengan tarif taksi konvensional yang lebih tinggi, masyarakat tentu merasa tak diuntungkan. Lalu transportasi online datang, banyak yang merasa bisa lebih berhemat," kata Alviansyah menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement