Rabu 23 Mar 2016 10:39 WIB

Protes Sopir Taksi Reguler Juga Terjadi di Negara Lain

Rep: Qommarria Rostianti/ Red: Muhammad Hafil
Pecahan kaca mobil berserakan akibat pengerusakan taksi saat demo angkutan umum di Jl Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pecahan kaca mobil berserakan akibat pengerusakan taksi saat demo angkutan umum di Jl Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah seharusnya bisa mendeteksi akan terjadinya protes besar-besaran para sopir taksi reguler yang menolak angkutan umum berbasis aplikasi online. Pasalnya kejadian seperti ini sudah pernah dialami oleh beberapa negara lain.

"Kejadian seperti ini sudah terjadi di banyak negara, antara lain Prancis dan Mexico," kata Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (23/3).

Aksi besar-besaran para sopir tersebut lantaran ini mereka merasa ‘diganggu’ dengan oleh angkutan umum lain yang lebih efisien berbasis aplikasi online dan ternyata banyak dipilih orang. Kondsi ini  mengakibatkan penghasilan mereka berkurang, sementara setoran ke perusahaan tidak mungkin berkurang sehingga membuat mereka frustasi. 

Saat ini, kata Fahira, baik pengemudi dan perusahaan angkutan konvensional merasa diperlakukan tidak adil kerena mereka diikat berbagai regulasi tetapi angkutan online tidak. Oleh karena itu, pemerintah pusat sebaiknya segera melahirkan regulasi atau payung hukum tentang angkutan umum berbasis online dan ini berlaku di semua daerah sehingga kejadian di Jakarta ini tidak terulang di daerah lain. "Jalan keluar yang paling adil itu aturan hukum yang jelas. Jadi regulasi ini nantinya mengarahkan adanya persaingan sehat antara transportasi konvensional dengan online," kata dia.

Sembari itu, pemerintah sudah mulai bisa menginisiasi revisi undang-undang terkait misalnya UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan bila perlu UU ITE agar payung hukumnya komprehensif.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement