REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum (Ketum) PSSI La Nyalla Mataliti enggan mundur menyusul keterlibatan dalam kasus dugaan korupsi. Pengamat Hukum Pidana Muzakir menilai kasus yang menimpa La Nyalla layaknya kasus dalam pilkada.
"Jadi hampir semua seperti itu, sama saja seperti pilkada. Kasus dicari-cari dan dimunculkan," kata Muzakir kepada Republika.co.id, Rabu (23/3).
Muzakir mengatakan layaknya kasus dalam pilkada, pejabat masa kini bisa saja dijatuhkan dari posisinya dengan status tersangka. Masalah keuangan, dia mengatakan, kerap menjadi senjata bagi oknum untuk mencari kesalahan pejabat tertentu.
"Makanya tidak fair. Pertanyaannya adalah La Nyalla diperlakukan seperti itu atau tidak?" katanya.
Muzakir menilai, kasus La Nyalla memuat unsur kepentingan poltik. Sebab, lanjutnya, kasus yang menghantam Anggota Komite Eksekutif PSSI merupakan kasus yang sudah lama.
Seperti diketahui, La Nyalla Mataliti resmi berstatus tersangka dalam dugaan kasus korupsi penggunaan dana hibah untuk pembelian saham perdana Bank Jatim pada 2012. La Nyalla menggunakan dana hibah untuk pembelian saham itu sebesar Rp 5,3 miliar dengan keuntungan yang didapat Rp 1,1 miliar.
Muzakir mengatakan seharusnya kasus itu sudah bisa tercium pada tahun yang sama. Walaupun kasus itu benar tapi itu sudah terjadi pada masa lalu. Tinggal, katanya, mencari tahu apa kepentingan politik dari kasus La Nyalla.
"Mereka dicopot dari jabatan atau dituduhkan permasalahan itu kan ada kerugian materil dan imateril. Kalau dia yakin nggak bersalah perjuangkan hak hukum," katanya.