REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sepanjang 2014 hingga 2015 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat seluruh daerah di Sumatera Selatan mengalami persoalan terkait sumber daya air.
Hal ini disebabkan oleh kerusakan wilayah serapan air, seperti hutan dan lahan yang terkait dengan adanya aktivitas pertambangan batu bara, serta perkebunan kepala sawit dalam skala besar.
Selain itu, kerusakan air juga disebabkan oleh industri yang melakukan pembuangan limbah ke sungai. Berdasarkan catatan Walhi, wilayah yang mengalami persoalan air paling parah adalah Kota Pagar Alam, yakni sebesar 15 persen. Setelah itu, kabupaten Oku Selatan menempati posisi kedua.
Lebih dari 60 kasus permasalahan air yang terjadi di provinsi tersebut. Persoalan krisis air bersih adalah yang paling banyak terjadi. Selain itu, krisis seperti kekeringan dan tak adanya pasokan air untuk masyarakat juga cukup sering terjadi , sekalipun di wilayah yang mempunyai karakteristik sebagai lahan basah atau gambut.
"Walhi Sumatera Selatan melihat kebijakan pengelolaan sumber daya air belum mampu menjawa persoalan krisis yang terjadi di masyarakat. Justru, kebijakan yang ada semakin memperburuk keadaan," ujar Walhi lewat siaran pers, Selasa (22/3).
Kebijakan seperti pembangunan infrstruktur dinilai belum tepat karena berdampak pada kerusakan lingkungan, yang berimbas pada krisis air. Seperti lebih banyaknya dilakukan pendekatan teknokratik, dibandingkan mempertahankan wilayah kelola masyarakat.