REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemerintah Kabupaten Purwakarta tak bisa berkutik lagi mengenai eksplorasi air bersih. Izin untuk eksplorasi ini kewenangannya ada di provinsi. Padahal, selama dua tahun terakhir, daerah ini fokus pada penertiban tambang air ilegal. Sebab, bila dibiarkan akan menyengsarakan masyarakat. Terutama saat musim kemarau.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, tahun ini izin eksplorasi tambang, mulai batu sampai air dikeluarkan langsung oleh provinsi. Itupun, tanpa ada rekomendasi dari daerah. Dampaknya, daerah tak bisa menyelesaikan persoalan eksplorasi mata air sejumlah pengusaha itu.
"Ini yang kami sesalkan. Karena, izinnya langsung dikeluarkan Pak Gubernur," ujar Dedi, kepada Republika, Selasa (22/3).
Pada peringatan Hari Air, Pemkab Purwakarta sudah tak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan sumber mata air. Padahal, bila provinsi melakukan kajian, izin eksplorasi air itu seharusnya tak keluar.
Dia menjelaskan, dampak dari eksplorasi ini yang merasakan langsung adalah masyarakat di sekitaran sumber mata air itu. Saat musim kering mereka akan kesulitan air bersih. Di satu sisi, masyarakat yang jauh dari sumber mata air itu justru menikmati air bersih.
"Bila terus dibiarkan, air bersih ini akan habis. Apalagi, bila pengusahanya tidak dibarengi dengan pola lestarikan sumber mata airnya," ujarnya.
Menurut Dedi, pihaknya telah menutup ratusan titik sumber mata air yang dieksplorasi secara ilegal. Tujuannya, untuk melindungi dan melestarikan sumber mata air tersebut. Cara penutupannya, dengan menyegel bak penampungan dan mengandangkan armada air tersebut.
Perlu diketahui, air yang diambil dari Kecamatan Pasawahan, Pondoksalam, Wanayasa dan Kiara Pedes itu, dieksplorasi secara besar-besaran. Air bersih pegunungan tersebut, lalu dijual ke sejumlah wilayah, seperti Karawang dan Bekasi.