REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- World Wide Foundation (WWF), organisasi non-pemerintah internasional bidang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan memprediksi sekitar satu miliar orang di dunia ini akan terdampak atau menghadapi krisis air tawar yang bisa dikonsumsi oleh manusia pada 2030. "Tahun 2030 diprediksi 50 persen populasi manusia akan berada di krisis air atau kelangkaan air. Artinya sekitar satu miliar orang tidak bisa mengakses air tawar," kata Spesialis Air WWF Indonesia Agus Haryanto, usai peresmian Laboratorium Edukasi Air di Bandung, Selasa (22/3).
Menurut dia salah satu faktor penyebab terjadinya kritis air tawar karena sejak 1970 an sekitar 50 persen lahan basah di bumi ini telah hilang. Akibatnya lima juta manusia meninggal dunia karena penyakit yang disebabkan oleh air. Jumlah ini 10 kali lipat lebih besar dibandingkan korban akibat perang.
Ia mengatakan saat ini sekitar 65 negara di dunia mengalami krisis air. Salah satunya adalah negara-negara yang berada di Benua Afrika. Dari 100 persen air yg ada di dunia ini, menurut dia, sekitar 97 persennya adalah air laut yang secara alamiah tidak bisa diminum oleh manusia. Sisanya hanya sekitar tiga persen air tawar yang bisa dikonsumsi atau diminum manusia.
"Dari tiga persen air tawar yang ada di dunia, sekitar dua persen itu ada di kutub utara dan selatan berbentuk es. Sisanya berupa air permukaan di danau, sungai dan bawah tanah," katanya.
Agus mengatakan, hingga 2013 ada sekitar 7,2 miliar manusia memanfaatkan keberadaan tiga persen air tawar di dunia ini. Sementara itu, lanjut Agus, di Indonesia sendiri beberapa pulau sudah mengalami defisit air di antaranya Pulau Jawa, Sulawesi, Bali dan NTT.
"Di Jawa kita bisa menemukan daerah yang defisit air itu Gunung Kidul dan di Indonesia masih ada daerah yang suplus air tawar yakni Pulau Sumatra," katanya.