REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Memasuki panen perdana, harga gabah di Kabupaten Indramayu masih tinggi. Bahkan, para tengkulak berebut untuk membeli gabah milik petani.
Berdasarkan pantauan Republika, panen rendeng di Kabupaten Indramayu baru berlangsung di sedikit daerah. Salah satunya di Desa Plosokerep, Kecamatan Terisi.
Di Desa Plosokerep, areal sawah yang sudah panen pun baru sekitar puluhan hektare. Di desa tersebut, gabah kering panen (GKP) yang masih basah dihargai Rp 4.500 per kg. Bahkan, gabah kering giling (GKG) yang telah kering, ditawar oleh tengkulak seharga Rp 5.500 per kg.
Harga itu jauh lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP). Berdasarkan Inpres No 5/2015, HPP GKP di tingkat petani Rp 3.700 per kg dan di tingkat penggilingan Rp 3.750 per kg. Sedangkan untuk GKG, di tingkat petani sebesar Rp 4.600 per kg dan di gudang Bulog Rp 4.650 per kg.
''Harga masih diatas HPP karena masih sedikit sekali lahan di Indramayu yang sudah panen,'' ujar Ketua Kelompok Tani Desa Plosokerep, Rusdani kepada Republika, Senin (21/3).
Rusdani mengatakan, para tengkulak pun datang dari berbagai daerah dan berebut untuk membeli gabah milik petani. Karenanya, petani bisa menawarkan gabah mereka dengan harga tinggi.
Para petani yang ingin memperoleh harga lebih tinggi, rela menjemur gabah mereka terlebih dulu hingga benar-benar kering. Cuaca panas dan tidak adanya hujan sejak sepekan terakhir, membuat penjemuran gabah menjadi cepat kering.
Namun, tingginya harga gabah saat ini tidak akan berlangsung selamanya. Harga gabah akan makin turun saat areal tanaman padi yang panen semakin luas.
Sementara itu, di Kabupaten Majalengka, para petaninya sudah mengeluhkan turunnya harga gabah yang mereka panen. Padahal, saat ini masih sedikit lahan yang sudah panen.
Seorang petani di Desa Babadjurang, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Jahri mengatakan, harga GKG di tingkat petani saat ini hanya dihargai Rp 4.000 per kg - Rp 4.200 per kg. Padahal sebelumnya, harga GKG masih Rp 6.200 per kg.
''Harga gabah mulai turun sejak masuk masa panen sekitar tiga mingguan yang lalu,'' kata Jahri.
Jahri mengatakan, kondisi tersebut sangat mengecewakan para petani. Apalagi, hasil panen di daerahnya banyak yang turun akibat serangan hama patah leher.
Salah seorang petani lainnya, Miskam mengungkapkan, akibat serangan hama itu, banyak petani yang hasil panennya hanya sekitar tiga ton per hektare. Padahal, biasanya panen bisa mencapai 5,5 ton - enam ton per hektare.
''Padahal sekarang di Majalengka belum masuk panen raya. Tapi harga sudah mulai jatuh,'' keluh Miskam.
Miskam menambahkan, turunnya harga gabah tersebut membuat petani merugi. Pasalnya, biaya produksi selama musim tanam rendeng kali ini tidak sebanding dengan hasil panennya.
Saat memulai musim tanam rendeng, banyak di antara petani yang harus merogoh kocek lebih dalam untuk mengupayakan pompanisasi. Hal itu menyusul musim kemarau panjang akibat fenomena el nino kuat.