REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mensyaratkan pengemudi taksi berbasis daring (online), Uber dan Grabcar agar terdaftar di dalam badan hukum koperasi. Badan hukum ini menjadi pijakan bagi pemilik kendaraan agar leluasa beroperasi.
Pakar transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menuturkan, badan hukum koperasi yang akan dibentuk, tetap harus mengajukan izin usaha angkutan umum.
"Informasi terakhir menyebutkan para penyedia kendaraan yang bermitra dengan penyedia aplikasi online, akan membentuk badan hukum koperasi," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (20/3).
Selain wajib mengajukan izin usaha, ia melanjutkan, tarif yang berlaku, wajib mengikuti aturan pemerintah. Operator tidak boleh seenaknya menerapkan tarif.
Tarif yang dikenakan tersebut, ujar Djoko, sudah termasuk komponen biaya yang harus disisihkan untuk KIR kendaraan, perawatan rutin, bayar asuransi penumpang, gaji pengemudi, keuntungan operator, dan lain-lain.
Selain itu, Djoko mengatakan, para pengemudi harus memiliki kualifikasi dan waktu jam kerja. Hal tersebut semata-mata untuk keselamatan penumpang.
Ia berujar, jika masih terdapat sejumlah taksi beraplikasi tidak memiliki izin usaha operasi angkutan umum, polisi sebagai penegak hukum di jalan sesuai UU Nomor 22 Tahun 2009, berhak menilang.
"Kemenhub (Kementerian Perhubungan) dan Dishub (Dinas Perhubungan) tidak punya hak menilang taksi yang beroperasi di jalan," jelasnya.
Hal tersebut, ia menambahkan, berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Sudah ada pasal-pasal yang mengatur beroperasinya angkutan umum.
"Tujuan aturan itu agar penumpang mendapat jaminan keselamatan, keamanan dan kenyamanan," imbuhnya.