REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat, atas ditetapkannya dirinya menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait perkara dana hibah.
Salah seorang tim advokat Kadin Jatim, Sumarso, Jumat, mengatakan gugatan praperadilan tersebut didaftarkan dengan nomor pendaftaran 19/Proper/2016/PN.Sby dengan diterima oleh Ardi Koentjoro dari Pengadilan Negeri Surabaya.
"Pengajuan gugatan praperadilan ini sesuai dengan ditetapkannya pak La Nyala dalam perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim untuk pembelian Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim," katanya dalam siaran pers.
Ia mengemukakan, dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pengelolaan dana hibah di Kadin Jatim 2011-2014 termasuk di dalamnya penggunaan dana untuk pembelian saham Bank Jatim pada 2012 adalah perkara lama yang telah disidik hingga diadili dengan terpidana dua pengurus Kadin Jatim, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring.
Ia mengatakan, begitu tahu Diar dengan tanpa izin La Nyalla menggunakan dana hibah untuk pembelian saham Bank Jatim yang diatasnamakan La Nyalla, kliennya langsung bertindak cepat dengan membuat surat pernyataan utang pada Juli 2012. Lalu pada awal November 2012 semua dana yang digunakan itu sudah dikembalikan seutuhnya.
"Dengan demikian, sudah tidak ada lagi kerugian negara. Sumarso mencontohkan ketentuan dalam Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai" katanya.
Ia mengatakan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan audit untuk menghitung kerugian negara dalam penggunaan dana hibah Kadin Jatim 2011-2014, termasuk di dalamnya penggunaan dana tersebut untuk pembelian saham Bank Jatim. BPKP menyatakan, kerugian negara sebesar Rp 26,65 miliar.
"Kasus itu telah diputus pengadilan pada Desember 2015 dengan terpidana Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring. Keduanya divonis penjara dan dibebankan kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara. Kasus itu telah berkekuatan hukum tetap," katanya.