Jumat 18 Mar 2016 16:38 WIB

Polisi Tangkap Perekrut TKI Ilegal ke Korsel

Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang bekerja di Negeri Sabah memperlihatkan surat deeportasi yang dikeluarkan pemerintah Kerajaan Malaysia setibanya di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kaltara, Kamis (29/5).
Foto: Antara/M Rusman
Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang bekerja di Negeri Sabah memperlihatkan surat deeportasi yang dikeluarkan pemerintah Kerajaan Malaysia setibanya di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kaltara, Kamis (29/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menangkap satu orang tersangka berinisial S terkait kasus pengiriman TKI ilegal ke Korea Selatan.

"Tersangka S diduga telah mengirimkan 26 orang TKI ke luar negeri," kata Kepala Subdit III Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana, di Jakarta, Jumat (18/3).

S merupakan perekrut 26 orang yang berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Barat dan Jawa Timur untuk bekerja di Jeju, Korea Selatan sebagai TKI.

Mereka dijanjikan akan dipekerjakan sebagai anak buah kapal maupun nelayan dengan upah 80 ribu won hingga 100 ribu won per hari. "Namun setibanya di Korsel, para korban malah dipekerjakan di perkebunan, peternakan dan pertambakan dengan upah kecil," katanya.

Umar mengatakan sebelum berangkat ke Korsel, S meminta para korban membayar biaya keberangkatan sebesar Rp 60 juta - Rp 115 juta per orang dengan cara dicicil.

Pada 26 Januari 2016, tersangka S memberangkatkan para korban tersebut dari Bandara Soekarno-Hatta dengan rute Jakarta - Hongkong - Jeju (Korsel) menggunakan maskapai penerbangan Cathay Pasific.

Kemudian pada 27 Januari, para korban tiba di Jeju dan dijemput oleh seorang WN Korsel bernama Lim.  "Para korban ini langsung dibawa ke hotel di kawasan Jeju. Selama tiga minggu, korban berpindah-pindah hotel," katanya.

Setelah itu para korban dibagi beberapa kelompok dan dipekerjakan sebagai tukang panen sayuran lobak, pekerja bangunan, bekerja di peternakan kuda dan di pertambakan.

"Mereka diupahi 110 won yang dipotong 30 won sehingga para pekerja cuma dapat upah 80 won, di mana pekerjaan dan upah yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan tersangka S," katanya.

Kemudian pada 12 Februari, pihak imigrasi Jeju yang mendapati para korban tidak memiliki visa kerja dan tidak bisa menunjukkan paspor, akhirnya menangkap para korban selama empat hari di Kantor Imigrasi Jeju.

Selanjutnya pada 17 Februari, 26 korban tersebut dipulangkan ke Indonesia. Setibanya di Indonesia, para korban diamankan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) untuk diperiksa oleh polisi. "Dan pada 3 Maret, para korban ini dipulangkan ke daerah asal mereka," katanya.

Dalam kasus ini, kata Umar, beberapa barang bukti yang disita polisi yakni paspor 26 korban, tiket pesawat, kwitansi pembayaran, surat perjanjian kerja sama antara tersangka S dan Lim, buku tabungan Bank BCA dan telepon seluler. Atas perbuatannya, tersangka S dijerat dengan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement