REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Surabaya, Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti mengaku jika penetapannya sebagai tersangka ada kaitannya dengan kisruh sepakbola nasional. La Nyalla juga menolak mundur dari jabatannya.
Pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali berpendapat jika pernyataan ketua umum PSSI itu sebagai pernyataan emosional belaka. Apalagi saat ini PSSI tengah di atas angin usai Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terdesak untuk mencabut Surat Keputusan (SK) terkait pembekuan PSSI.
"Saya melihat itu sanggahan emosional saja. Dia berusaha mengaitkan dengan kasus PSSI. Kalau saya Menpora, saya bakal tuntut balik, karena ini pencemaran nama baik," jelas Akmal, Kamis (17/3).
Akmal juga mengimbau kepada La Nyalla agar tidak mengaitkan kasus hukumnya dengan PSSI. Justru seharusnya La Nyalla mengundurkan diri, tidak harus menunggu permintaan dari voter (pemilik suara) untuk mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB). Sebab persoalan ini sudah termaktub di Statuta PSSI sendiri.
Ia memberikan contoh yang terjadi pada Sepp Blatter dan Michel Platini yang tersangkut kasus suap di FIFA. Bahkan anggota eksekutif (Exco) saja sudah diharuskan mengundurkan diri jika tersangkut masalah hukum.
Akmal merujuk Statuta PSSI tahun 2014 pasal 34 ayat 4 yang berbunyi: "Anggota Komite Eksekutif harus sudah berusia lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, mereka harus telah aktif di sepakbola sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan harus tidak pernah dinyatakan bersalah atas suatu Tindak Pidana, serta berdomisili di wilayah Indonesia," seperti tertulis dalam statuta PSSI.