REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi mantan direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (P2KTrans) Jamaluddien Malik. Sidang yang berlangsung, Rabu (16/3) itu mengagendakan pembacaan pledoi.
Dalam sidang tersebut Jamaluddien membacakan sebagian naskah pembelaan dirinya di hadapan majelis hakim. Ia meminta kepada majelis hakim untuk dibebaskan dirinya dari segala tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena dirinya tidak bersalah.
Selain itu, ia merasa heran mengapa Abdul Muhaimin Iskandar, yang saat itu menjabat sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi (menakertrans) ditarik-tarik dalam kasusnya. Padahal, ia telah berulang kali menegaskan bahwa mantan bosnya itu tidak mengetahui apa yang dilakukannya.
Pernyataan senada juga ditegaskan kuasa hukum Jamaluddien Malik, Susilo Aribowo di dalam persidangan. Menurut Susilo, klainnya sudah berulang kali menegaskan bahwa mantan Menakertrans Abdul Muhaimin Iskandar sama sekali tidak terlibat dalam kasus ini. Sayangnya, JPU terus berupaya menyeret-nyeret nama Abdul Muhaimin Iskadar kedalam kasus ini tanpa dilengkapi bukti yang jelas.
"Hanya karena catatan sepihak salah seorang saksi, JPU terus menyeret mantan Menakertrans dalam kasus ini. Kami menilai ini aneh dan sama sekali tidak beralasan. Sedangkan, klain kami secara tegas berulang kali menyatakan Abdul Muhaimin Iskandar tidak terlibat dalam kasus ini," ujarnya.
Usai persidangan, di hadapan wartawan Jamaluddien Malik mengaku kaget kalau nama mantan bosnya kembali diseret-seret. Mengapa ada pernyataan di media jika mantan menakertrans itu terlibat. Saya katakan dengan tegas kalau Menakertras pada waktu itu sama sekali tidak tahu dan tidak turut campur," katanya.
Selama Abdul Muhaimim Iskandar memimpin kementeriannya, kata Jamaluddien, ia sangat sibuk. Selain menjadi menteri, Cak Imin, begitu akrab disapa ketika itu juga pemimpin partai.
"Kalau urusan internal beliau sama sekali tidak pernah turut campur. Kalau pun ada pertemuan internal biasanya dilakukan para sekjen," katanya.
Ia berkata, apa yang dilakukannya murni menjadi tanggung jawabnya seorang. Bukan menjadi tanggung jawab orang lain, apalagi Menakertrans. "Itu risiko saya sebagai Dirjen. Pak Muhaimin tidak pernah perintah ataupun meminta-minta apapun dari bawahannya," tuturnya.
Sebelumnya, Jamaluddien diduga melakukan pemerasan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum, memaksa seseorang memberikan sesuatu, atau menerima bayaran terkait kegiatan tahun anggaran 2013-2014 dan dana tugas pembantuan tahun anggaran 2014 Kemenakertrans.
Ia didakwa dengan dua dakwaan, pertama melakukan pemerasan terhadap para pejabat pembuat komitmen (PPK) dan menerima duit dari sejumlah rekanan yang totalnya mencapai Rp 21,384 miliar.
Dalam dakwaan kesatu ini, Jamaluddien dikenakan Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1), ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Jamaluddien Malik sebagai Dirjen P2KTrans telah menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang total Rp 14,6 miliar.