Kamis 17 Mar 2016 05:16 WIB

Peneliti Jepang Teliti Kawasan Konservasi di Siak

Peneliti dari Universitas Kyushu, Jepang yang dipimpin Prof Tetsukazu Yahara.
Foto: Ist
Peneliti dari Universitas Kyushu, Jepang yang dipimpin Prof Tetsukazu Yahara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah ilmuwan dari Universitas Kyushu Jepang melakukan penelitian di kawasan konservasi atau arboretum APP-Sinar Mas di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati hutan hujan tropis di Asia Tenggara.

"Tujuan penelitian ini karena kami menyadari luas hutan tropis terus berkurang, maka banyak jenis spesies tumbuhan juga hilang. Karena itu, kami ingin mengidentifikasi keanekaragaman hayati hutan yang ada," kata ahli botani dan taksonomi Universitas Kyushu Prof Tetsukazu Yahara kepada Antara di Kabupaten Siak, Rabu (16/3).

Dia menjelaskan tim peneliti dari Universitas Kyushu yang dipimpinnya terdiri dari lima orang ahli dan seorang mahasiswi. Mereka sudah selama sepekan terakhir melakukan riset di arboretum APP-Sinar Mas yang luasnya mencapai sekitar 170 hektare.

Para peneliti itu selama sekitar delapan jam sehari berjalan kaki ke tengah tegakan pohon yang lebat di arboretum. Mereka meneliti tanaman dari yang terkecil hingga pohon yang tingginya lebih dari 20 meter untuk mengambil sampel penelitian.

Menurut Tetsukazu, dari mata orang awam, flora yang terdapat di arboretum tersebut terlihat serupa. Namun, kata dia, kawasan konservasi tersebut memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.

"Dalam jarak 100 meter kami melakukan riset di tempat ini, ditemukan sekitar 300 spesies tanaman yang berbeda. Saya juga melihat ada 10 sampai 20 spesies yang kemungkinan adalah spesies baru, namun untuk membuktikannya perlu penelitian lebih lanjut," ujarnya.

Tetsukazu mengatakan, dalam rangkaian penelitiannya, tim dari Universitas Kyushu telah meneliti hutan hujan tropis di Sabah dan Serawak, Malaysia. Kemudian, mereka juga sudah meneliti ke Provinsi Sumatra Barat dan kini melanjutkannya ke hutan Riau.

"Hutan di Riau ini kurang lebih sama dengan yang ada di Sabah dan Serawak, hanya saja keanekaragaman hayati di sana sedikit lebih banyak," katanya.

Tetsukazu memberikan masukan kepada perusahaan Sinarmas Forestry, potensi keanekaragaman hayati yang dilindungi di kawasan konservasi tersebut harus diperluas. Dia menilai arboretum perusahaan industri kehutanan seluas 170 hektare itu terlalu kecil untuk kepentingan konservasi yang berkelanjutan.

"Luas kawasan konservasi ini perlu ditambah agar peluang keberhasilan untuk menjaga spesies-spesies yang ada semakin besar," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement