REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja serta cara penindakan dan pencegahan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi setelah terduga teroris dari Klaten, Jawa Tengah, Siyono (34 tahun), tewas pada Sabtu (12/3) lalu setelah penangkapan.
Pengamat terorisme Harits Abu Ulya mengatakan, diperlukan audit terkait kinerja Densus 88. Menurutnya, jika audit tak juga dilakukan, pasukan khusus tersebut akan bekerja dengan menyalahi prosedur hukum yang berlaku.
"Kepentingan audit ini krusial dan sebenarnya tidak hanya karena ada momentum Siyono ini. Selama ini, tidak ada transparansi yang bisa dilihat dari cara Densus 88 bekerja," ujar Harits kepada Republika.co.id, Rabu (16/3).
Menurut Harits, dengan tidak adanya keterbukaan, kinerja dari Densus 88 tak dapat terkontrol dengan tepat. Akibatnya, terjadi perbuatan yang tak dapat dipertanggungjawabkan, salah satunya adalah seperti kematian yang terjadi pada terduga teroris.
Menurut Harits, selain audit yang memang mendesak untuk dilakukan, dibutuhkan lembaga pengawas khusus untuk mengawasi kinerja dari Densus 88. Hal ini agar pasukan itu bisa bertindak lebih profesional dalam setiap operasi teroris yang dilakukan.
"Lembaga pengawas dibutuhkan ke depan agar Densus 88 lebih profesional dan apa saja yang mereka lakukan bisa dievaluasi dengan baik," kata Harits menambahkan.