REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Jumlah kasus perceraian di Kabupaten Sleman semakin meningkat dari tahun ke tahun. Humas Pengadilan Agama (PA) Sleman, Marwoto mengemukakan, perpisahan rumah tangga tersebut diatarbelakangi oleh berbagai faktor.
“Angkanya naik terus. Penyebabnya macam-macam. Tapi yang paling banyak itu karena kedua pasangan terus menerus berselisih,” ujarnya saat ditemui di kantor dinas, Rabu (16/3).
Menurutnya pada 2014 kasus perceraian yang masuk ke PA Sleman berjumlah 1.389 kejadian. Angka tersebut terdiri dari cerai talak sebanyak 402 dan cerai gugat 987 kasus. Sementara pada 2015 jumlahnya meningkat menjadi 1.509 kasus. Angka tersebut terdiri dari cerai talak 464 dan cerai gugat 1.045 kasus.
Sedangkan pada 2016 dari Januari hingga Februari kasus cerai yang masuk berjumlah 170 perkara. Sebanyak 59 merupakan cerai talak, dan sisanya cerai gugat. Marwoto menyampaikan, hal in tentu mengkhawatirkan. Pasalnya perceraian menandakan kualitas rumah tangga yang buruk.
PA sendiri selalu berusaha mendamaikan kasus perceraian melalui mediasi. “Setiap perkara cerai selalu kami ikutkan ke mediasi dulu. Kami berusaha agar kedua pasangan bisa aku kembali. Tapi kalau memang keputusan cerainya sudah bulat, kami juga tidak bisa memaksa,” ujar Martowo.
Adapun faktor perceraian tertinggi berupa perselisihan yang disebabkan oleh ketidakcocokan pandangan politis, gangguan pihak ketiga, dan tidak adanya keharmonisan. Kemudian diikuti oleh sikap suami yang meninggalkan kewajiban, seperti tidak menafkahi istri dan meninggalkannya tanpa tanggungjawab.
Penyebab perceraian lainnya juga dilatarbelakangi oleh masalah moral. Di antaranya karena poligami tidak sehat, krisis ahlak, dan sikap cemburuan yang berlebihan. Lalu disusul oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kemudian cacat biologis.