Rabu 09 Mar 2016 14:06 WIB

JK: Orang Lain Sudah Mendarat di Bulan, Kita Masih Berselisih Soal Posisi Bulan

Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kanan) didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla (kiri) dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kanan) menyaksikan Gerhana Matahari Total (GMT) di Lapangan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu, (9/2).
Foto: Antara/Darwin Fatir
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kanan) didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla (kiri) dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kanan) menyaksikan Gerhana Matahari Total (GMT) di Lapangan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu, (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap tidak ada lagi perselisihan dalam menentukan awal bulan atau hilal seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, seperti tepatnya para ilmuwan memperkirakan terjadinya gerhana matahari total.

"Bulan dapat diketahui posisinya bukan sekarang, apalagi besok. Ilmu pengetahuan sudah sedemikian majunya. Jadi tidak perlu lagi ada pertentangan umat, meskipun memang perlu ada kesepakatan," ujarnya saat memberikan sambutan pelantikan Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Sulawesi Tengah periode 2016-2021 di Kota Palu, Rabu.

Wapres yang juga Ketua Umum PP DMI itu juga berharap umat Islam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. "Orang lain sudah mendarat di bulan, kita masih berselisih di mana bulan berada," ujarnya disambut tepuk tangan para pengurus DMI.

Ia memperkirakan jumlah masjid di Indonesia mencapai 800 ribu unit. Sebab masyarakat Indonesia tidak perlu izin kepada pemerintah untuk membangun masjid. "Jumlah pastinya hanya Allah yang tahu," ucapnya.

Menurutnya, di dunia ini ada dua negara yang pemerintahnya mengatur masjid, yakni Indonesia dan Pakistan. Namun imam atau khotib di Indonesia, lanjut dia, sangat bebas.

"Di Malaysia, Brunei, Arab Saudi, dan Maroko, imam dan khotibnya dari pemerintah. Jadi mereka tidak bisa bicara bebas seperti di sini," ujarnya.

JK mengungkapkan, masalah pelantang suara (sound system) di masjid-masjid di Indonesia masih menjadi kendala. Oleh karena itu program pertama DMI adalah memperbaiki sound system.

"Karena 80 persen fungsi sound system di masjid untuk ceramah, khutbah, dan pengumuman. 10 persen untuk shalat dan 10 persen doa. Jadi kalau sound system tidak bagus, maka 80 persen jadi tidak bagus juga," jelasnya.

Program DMI selanjutnya adalah membangun aplikasi yang bisa digunakan oleh pengurus masjid untuk mendapatkan mubalig. "Nantinya pengurus masjid tidak perlu susah-susah mencari mubalig. Cukup dengan aplikasi itu. Mubalig yang membahayakan tidak usah dipakai," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement