REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang pengalamannya mengamati fenomena gerhana matahari, mantan Direktur Observatorium Bosscha, Moedji Raharto, mengaku pernah menghadapi situasi hujan dan berawan sebelum terjadinya gerhana.
Kekhawatiran adanya hambatan berupa cuaca dalam pengamatan Gerhana Matahari Total (GMT) memang sempat muncul jelang terjadinya GMT di sejumlah titik wilayah Indonesia pada Rabu (9/3).
Moedji mengaku, para peneliti atau pengamat memang tidak bisa berbuat apa-apa terkait kondisi cuaca tersebut. Namun, dalam beberapa kali kesempatan, awan ataupun yang menutupi matahari secara berangsur-angsur mulai tersibak begitu akan terjadi gerhana.
Salah satunya saat terjadi gerhana matahari di Rembang, Jawa Tengah, pada 1988 silam.''Tahun 83, bulan Juni, di Rembang, sempat juga ada awan, tapi begitu gerhana, awannya langsung pecah. Awannya itu langsung pergi, sesaat sebelum mau gerhana matahari total. Pas gerhana, itu langsung bersih,'' ujar Moedji kepada Republika.co.id lewat sambungan telepon, Senin (7/3).
Moedji pun berharap, kondisi cuaca akan mendukung untuk bisa mengamati Gerhana Matahari Total pada Rabu (9/3) mendatang. Menurut Moedji, ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya angin yang menggerakan awan-awan tersebut, yang biasa disebut eclipse wind.
Kondisi ini terjadi lantaran sinar matahari terhalang oleh bulan, namun ada beberapa titik masih ada sinar matahari. Alhasil, ada perbedaan tekanan. ''Karena itu, begitu awal-awal terjadinya gerhana akan ada perubahan angin dan perubahan suasana. Angin tersebut akhirnya mendorong awan-awan itu,'' ujar Dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Namun, bukan berarti setiap usaha pengamatan gerhana matahari itu membuahkan hasil maksimal. Pada saat Moedji melakukan observasi gerhana matahari di Palembang pada 1988, kondisi di sekitar lokasi pengamatan mendung dan gelap. Alhasil, gerhana tidak bisa terlihat. Sementara di lokasi lain, gerhana matahari tersebut dengan jelas dapat terlihat.
''Yah, tapi tetap ada harapan-harapan, bakal bisa terlihat. Kita berharap dan berdoa semoga lancar. Toh, kan tidak punya pilihan lain, lokasi-lokasinya hanya di lokasi tertentu,'' tuturnya. (Baca: Dosen Astronomi ITB Hubungkan GMT dengan Alquran).