Senin 07 Mar 2016 09:30 WIB

Petani Menjerit Harga Gabah Anjlok

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Bayu Hermawan
 petani tengah menjemur gabah keringnya.
Foto: Antara/Fiqman Sunandar
petani tengah menjemur gabah keringnya.

REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN -- Anjloknya harga jual gabah panen perdana pada tahun ini, membuat para petani 'menjerit'. Petani di sejumlah daerah pun mendesak pemerintah untuk menstabilkan harga gabah.

Petani di wilayah Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jateng, misalnya, meminta Kementerian Pertanian agar menstabilkan harga Gabah Kering Panen (GKP) diatas Rp4.000 per Kg.

''Soalnya, harga jual gabah saat ini anjlog drastis,'' katanya, Senin (7/3).

Petani dikawasan perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur juga menjerit. Masalahnya, harga GKP hanya Rp3.200-Rp3.500 per Kg. Jika harga GKP tidak diselamatkan, petani mengalami kebangkrutan dalam budidaya pangan beras.

Seorang petani di Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Suharno (52), mengeluh dengan harga GKP yang anjlog sejak sepekan terakhir. Dia menyampaikan harga GKP bisa menembus HPP Rp3.700 per Kg.

Saat itu intensitas hujan tak terlalu tinggi. Sejak intensitas hujan tinggi, harga GKP anjlog sampai Rp3.200 per Kg. Suharno menunjukkan harga GKP pada padi yang roboh hanya Rp3.200 per Kg.  Sementara, harga GKP untuk padi yang tidak roboh dengan kualitas yang sama, seperti Ciherang, IR64, dan sejenisnya, bisa sampai Rp3.500 Per Kg.

''Harga GKP itu susah untuk naik lagi. Petani maunya harga GKP itu bisa stabil diatas Rp4.000 per Kg. Atau minimal diatas HPP yang ditetapkan pemerintah. Kalau harga padi seperti ini, petani jelas rugi,'' ujar Suhardi (56), petani yang lain.

Petani juga mengeluh dengan produktivitas padi yang merosot pada MP I, karena tanaman padi kekurangan air saat musim tanam. Tetapi, air berlimpah saat musim panen. Produktivitas GKP biasanya, mecapai sembilan ton per Ha, ternyata merosot menjadi 7,5 ton per Ha.

Waktu musim tanam lalu, petani hanya bisa mengandalkan air dari sumur dalam dengan kedalaman 80-100 meter. Sumur dalam dengan kedalaman 30-40 meter tidak keluar air.

''Jadi, pengairan di wilayah Sambungmacan, Kabupaten Sragen, ini 'liar' alias miline nek bayar (mengalirnya kalau membayar],'' tutur Sarwono, petani anggota Kelompok Tani Gemah Ripah Sambungmacan.

Sarwono juga menginginkan harga GKP stabil diatas HPP. Dia sebenarnya tidak menuntut harga GKP tinggi, asalkan ada subsidi untuk untuk obat, pupuk, dan sarana produksi lain.

''Harga beras naik Rp1.000 per Kg saja banyak yang demo. Bagaimana mau menyejahterakan petani. Hitung-hitungan petani itu kalau hanya laku Rp8 juta per patok, itu rugi karena biaya produksi besar. Termasuk pengairan yang 'liar' tadi''.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement