REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Transportasi laut dapat menghadapi kondisi berbahaya di lautan karena beberapa faktor. Direktur Pusat Teknologi Elektronika (PTE-BPPT), Yudi Purwantoro mengatakan, kondisi berbahaya karena adanya empat sebab.
"Pertama cuaca atau kondisi alam yang ekstrim, misalnya badai, gelombang besar, kabut yang sangat tebal yang hampir menutup pandangan sama sekali," ujar Yudi melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id , Sabtu (5/3).
Yudi kemudian menambahkan untuk kedua karena tabrakan antarkapal di tengah laut maupun di sekitar pelabuhan. Ketiga, karena rintangan alam yang menyebabkan kapal menabrak alam seperti karang.
"Keempat, kerusakan kapal seperti kebocoran," tutur dia.
Sehingga, Yudi mengatakan menjadi kebutuhan yang sangat krusial untuk keselamatan kapal dengan menghindarkan diri dari kondisi berbahaya. Kata Yudi, disinilah peranan teknologi navigasi sangat berperan dalam meminimalisir dampak maupun terjadinya kondisi bahaya tersebut.
Untuk itu, Yudi menerangkan jika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi berupaya mengembangkan teknologi navigasi modern dengan harga yang efisien. Teknologi navigasi sangat berperan dalam meminimalisir dampak maupun terjadinya kondisi bahaya yang dialami kapal laut. Dengan posisi dan identitas kapal dapat dipantau dan dipandu dalam pelayaran.
"Penting untuk menghindari area yang berbahaya, berkarang, maupun potensi tabrakan dengan kapal lain," kata dia.
Teknologi navigasi dapat memberi panduan koordinat untuk nelayan menuju ke area yang banyak ikannya. Kemudian, teknologi ini, nantinya dapat digunakan seperti mercusuar di tengah laut.
Dengan dipasang pada Buoy di area yang berkarang, untuk menjadi pagar "maya" untuk batas terluar wilayah Indonesia agar dapat mengidentifikasi kapal-kapal yang masuk wilayah perairan Indonesia, tapi tidak melaporkan identitasnya.