Sabtu 05 Mar 2016 08:14 WIB

18 Perempuan Cantik di Pusaran Ketegangan Tiongkok-Korut

Rep: antara/ Red: Muhammad Subarkah
Kim Jong-un dan kuda peliharaannya
Foto: myfirstclasslife.com
Kim Jong-un dan kuda peliharaannya

Bermula dari Konser Moranbong Band

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Korea Utara pada Rabu lalu menandai perubahan drastis sikap Tiongkok yang biasanya selalu membela Pyongyang saat negara tersebut mendapat tekanan dari komunitas internasional.

Dalam rapat penentuan sikap Dewan Keamanan terkait uji coba nuklir Korea Utara, Tiongkok menyetujui begitu saja sanksi-sanksi berat untuk tetangganya. Padahal, Beijing biasanya menggunakan hak veto untuk membatalkan apa pun hukuman terhadap negeri yang dipimpin Kim Jong Un tersebut.

Lalu, apa yang membuat Beijing tiba-tiba berubah sikap terhadap sekutunya?

Kabarnya, perubahan sikap Tiongkok itu ada kaitannya dengan kegagalan konser grup musik pop asal Korea Utara bernama Moranbong Band, yang beranggotakan 18 perempuan cantik, di Beijing pada pertengahan Desember tahun lalu.

Sebelum insiden gagalnya konser Moranbong, hubungan antara Korea Utara dan Tiongkok memang sudah merenggang sejak 2013 lalu, saat Kim Jong Un memutuskan untuk melakukan uji coba nuklir ketiga.

Uji coba tersebut membuat posisi Beijing berada pada posisi yang serba salah. Di satu sisi, tindakan Korea Utara berpotensi memicu konflik di semenanjung Korea yang berpotensi meluas sampai ke Tiongkok mengingat lokasi keduanya yang berdekatan.

Namun di sisi lain, Tiongkok juga tidak dapat berpihak pada tuntutan internasional untuk memberi sanksi berat kepada Korea Utara. Beijing saat itu mengkhawatirkan reaksi keras dari Kim, pemimpin muda yang baru dua tahun menjabat sebagai pengganti ayahnya. Reaksi Kim juga berpotensi mengganggu stabilitas kawasan.

"Tiongkok marah atas perilaku Korea Utara akibat uji coba nuklir ketiga itu dan akhirnya mengurangi bantuan ekonomi mereka kepada Pyongyang," kata mantan duta besar Inggris untuk Korea Utara, John Edward, kepada Radio BBC pada Januari lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement