Kamis 03 Mar 2016 23:38 WIB
Kereta Cepat

Kehadiran Kereta Cepat Solusi Selamatkan Cekungan Bandung

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (ketiga dari kiri) dan Dirut PT Kereta Cepat Indonesia Cina Hanggoro Budi Wiryawan menunjukkan replika kereta cepat dalam sosialisasi rencana pembangunan jalur kereta cepat Bandung-Jakarta di Bandung, belum lama ini.
Foto: Dok. Pemprov Jabar
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (ketiga dari kiri) dan Dirut PT Kereta Cepat Indonesia Cina Hanggoro Budi Wiryawan menunjukkan replika kereta cepat dalam sosialisasi rencana pembangunan jalur kereta cepat Bandung-Jakarta di Bandung, belum lama ini.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Sejumlah aktivis lingkungan menilai rencana pembangunan kereta cepat Bandung-Jakarta sepanjang 140,9 kilometer (Km) merupakan salah satu solusi menyelamatkan lingkungan di cekungan Bandung. Kawasan Kota Baru Walini yang menjadi lokasi transit oriented development (TOD) dipastikan akan menjadi daya tarik bagi pengembang properti.  

Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH) Thio Setiowekti mengungkapkan, rencana pembangunan jalur kereta cepat merupakan salah satu solusi kemelut cekungan Bandung. Hadirnya kereta cepat dan kawasan Kota Baru Walini, kata dia, akan menarik minat pengembangan properti dan jasa perdagangan.

Harus diakui, tegas dia, hasrat pengembang dalam mendirikan bangunan baru di cekungan Bandung sangat tinggi. Jika tidak dicegah, menurut dia, cathment area di cekungan Bandung akan semakin berkurang.

‘’TOD di kawasan Kota Baru Walini akan menjadi alternatif bagi investor properti,’’ ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (3/3). Dia mengaku prihatin jika ada kelompok yang menyoalkan aspek lingkungan akibat pembangunan kereta cepat. Thio menyatakan, lahan perkebunan teh yang akan termakan jalur kereta cepat merupakan area yang kurang produktif.

Sementara, pengamat sosiologi dari Unpad RA Garlika Martanegara S.Sos, M.Si mengatakan, dinamika kereta cepat harus segera dituntaskan. Pihak yang pro dan kontra, papar dia, tentu memiliki alasan masing-masing dalam menyikapi rencana pembangunan dengan nilai investasi Rp 78 triliun itu.

‘’Mereka harus duduk satu meja untuk mendiskusikan pertimbangan logis dan objektif. Jangan ada kepentingan pragmatis,’’ ujar Lieke, panggilan akrab Garlika Martanegara kepada Republika.co.id. Diskusi yang harus dikupas, tegas dia, tidak boleh keluar dari aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. 

Lieke menjelaskan, dari pihak PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) telah menjelaskan bahwa proyek yang akan dibangunnya telah memenuhi ketiga aspek tersebut. Bahkan, dia menilai, dengan hadirnya kereta cepat Bandung-Jakarta, akan menumbuhkan perekonomian yang signifikan.

Di negara-negara berkembang, sebut dia, setiap daerahnya yang dilintasi kereta cepat mengalami peningkatan ekonomi. Rata-rata, jelas dia, pertumbuhan ekonominya naik satu persen. Sementara secara sosial, kata dia, masyarakat Jabar akan diarahkan menjadi lebih maju. Banyak potensi ekonomi baru yang akan tumbuh dengan hadirnya kereta cepat.

Begitu pun dengan aspek ekologi, lanjut dia, masih banyak lahan tandus di Jabar yang bisa dijadikan sebagai lahan pengganti proyek kereta cepat. ‘’Masih banyak lahan yang bisa diciptakan menjadi catchment area atau lahan produktif baru,’’ katanya menambahkan.

Jika melihat peluang yang dijanjikan dalam proyek kereta cepat itu, dibutuhkan dukungan dari semua pihak. Dia mengaku heran bila ada pihak yang menolak rencana pembangunan kereta cepat. Meski demikian, papar dia, penolakan itu harus dijadikan pertimbangan. Namun, tegas dia, latar belakang penolakannya harus didasari pertimbangan logis dan objektif.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement