REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kabupaten Bandung dinilai belum memberikan solusi atas turunnya produksi stroberi di wilayah kecamatan Rancabali, Ciwidey dan Pasirjambu.
Staf Ahli pada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Alam Sari Kecamatan Rancabali, Dede Badru Munir menuturkan upaya melakukan alih komoditas dari stroberi ke komoditas belum dapat diterapkan dan harus dimatangkan terlebih dulu.
Banyak petani di tiga kecamatan tersebut yang masih belum memahami bagaimana menanam komoditas selain stroberi. "Karena awalnya mereka ini menanam stroberi," kata dia, Kamis (3/3).
Menurut dia, banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum ada pengalihan komoditas. Terlebih, itu seolah menjadi pertaruhan bagi pemerintah Kabupaten Bandung karena Ciwidey dan dua kecamatan lainnya selama ini dikenal sebagai daerah produksi stroberi.
Misalnya, upaya tersebut harus disertai dengan jaminan terhadap pasar atau pembeli agar jangan sampai pascapanen malah terjadi penumpukan hasil produksi. Jika ini terjadi, harga tentu akan merosot dan petani tidak mendapat keuntungan. "Juga harus ada pembinaan agar petani bisa beradaptasi," kata dia.
Meski begitu, kata Dede, sebetulnya pertanian stroberi potensial untuk dikembangkan karena nilainya bisa sampai miliaran. Namun, ia mengakui, stroberi sebagai ikon pariwisata di wilayah selatan Kabupaten Bandung itu hanya menjadi simbol karena belum mendapat penanganan dari pemkab.
Pemkab Bandung, menurut Dede, tentu mengetahui tentang persoalan yang dihadapi petani stroberi ini. Namun, belum ada langkah strategis dari Pemkab Bandung untuk mengatasi persoalan tersebut. "Apalagi sebagian besar warga memang mata pencahariannya ke situ (stroberi)," ujar dia.