REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peneliti asal Belanda Prof Gerry van Klinken mengungkapkan bahwa kelas menengah Indonesia berbeda dengan kelas menengah di Amerika Utara. Perbedaan itu termasuk dalam melihat agamanya.
Dia menjelaskan, perilaku kelas menengah bawah memiliki beberapa tipikal khas, yaitu agama lebih konservatif, jaringan lokal kuat, pendapatan kurang menentu, dan menguasai daerah.
Dalam penelitiannya, ia mengambil sampel kelas menengah di kota-kota menengah di Indonesia, seperti Kupang, Pontianak, Cilegon, Pekalongan, Kebumen, dan Ternate. "Perilaku masyarakat kelas menengah di Indonesia itu berpengaruh pada kota-kota menengah dan di Indonesia ada 200-an kota menengah, tapi kami mengambil beberapa sampel saja," kata Gerry dalam seminar internasional yang digelar Komunitas Baca Rakyat (Kobar), Selasa (1/3) di Surabaya, Jawa Timur.
Dalam seminar internasional itu, profesor yang fasih berbahasa Indonesia itu memaparkan dua buku hasil penelitiannya tentang kelas menengah di Indonesia."Faktanya, kelas menengah di Indonesia memiliki kecenderungan masih mencintai negeri, meskipun mereka sudah mandiri tanpa kehadiran negara," ungkapnya di hadapan ratusan mahasiswa di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya.
Penulis buku "The Making of Middle Indonesia" dan "In Search of Middle Indonesia" itu, mengakui hal tersebut berbeda dengan kelas menengah di Amerika Utara yang cenderung tidak butuh kehadiran negara.
"Kelas menengah Indonesia juga memiliki kemandirian yang kuat, menolak pasar bebas, suka demokrasi untuk mengontrol elite," ujar peneliti Koninklijk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde ( KITLV) Leiden Belanda itu.